Pengertian Stunting: Penyebab, Gejala, Dampak, dan Cara Mencegahnya

Pertumbuhan anak bisa dilihat dari berat badan dan tingginya. Normalnya, kedua faktor ini berkembang bersama-sama seiring bertambahnya usia anak. Jika tidak, maka akan menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah stunting.

Belakangan ini kamu mungkin sering mendengar ibu-ibu yang memiliki anak balita membicarakan stunting atau dari pembahasan para praktisi kesehatan di media sosial. Ini hal yang wajar, sebab stunting pada anak harus menjadi perhatian dan diwaspadai oleh orang tua.

Kondisi yang satu ini bisa menjadi pertanda nutrisi si kecil tidak terpenuhi dengan baik. Jika dibiarkan begitu saja, akan memiliki dampak yang lebih panjang. Mulai dari terhambatnya pertumbuhan fisik, berkurangnya daya tahan tubuh, hingga mengganggu perkembangan otak anak.

Oleh karena itu, dalam artikel ini kita akan mengenal lebih jauh tentang pengertian stunting, apa saja penyebabnya, bagaimana tanda dan gejala stunting, serta cara pencegahan yang bisa kamu lakukan.

Pengertian Stunting

Pengertian Stunting

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2021, yang dimaksud dengan stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis serta infeksi yang berulang. Gangguan ini ditandai dengan tinggi badan yang berada di bawah standar yang sudah ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Sementara itu, menurut Kementerian Kesehatan, stunting dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama merupakan adalah stunted, yakni anak balita dengan nilai z-score kurang dari -2.00 Standar Deviasi. Sedangkan yang kedua adalah severely stunted atau anak yang z-score-nya kurang dari -3.00 Standar Deviasi.

Dengan kata lain, stunting adalah gangguan pertumbuhan pada balita sehingga perkembangan anak tidak sesuai (lebih pendek) dengan standar dan dapat menimbulkan dampak dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Faktor utama yang dapat menyebabkan stunting adalah kurangnya nutrisi. Jadi bisa disimpulkan bahwa tubuh yang pendek adalah ciri-ciri dari anak kekurangan gizi kronis. Namun perlu diingat, tidak semua anak pendek bisa disebut stunting sedangkan anak stunting sudah pasti pendek.

Salah satu indikator nya adalah standar deviasi yang dijelaskan sebelumnya. Ketika tinggi badannya kurang dari -2.00 standar deviasi maka masuk kategori anak stunting. Hal ini harus benar-benar diperhatikan oleh orang tua, terutama jika kondisi ini terjadi pada anak yang usianya kurang dari 2 tahun.

Grameds dapat mempelajari pengertian stunting yang lebih lengkap dalam buku Mikrobiota Vs Stunting Pada Anak yang disusun oleh Dr. Betty Yosephin Simanjuntak, SKM., MKM, Ns. Rahma Annisa, S.Kep., M.Kep, dan Arie Ikhwan Saputra, S.SIT., MT.

Penyebab Stunting Pada Anak

Pengertian Stunting

Stunting dapat diakibatkan oleh banyak faktor yang terjadi pada masa pertumbuhan balita. Namun, penyebab utamanya dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kurangnya asupan gizi pada masa kehamilan, kebutuhan gizi anak yang tidak tercukup, dan faktor lainnya.

1. Kurangnya asupan gizi pada masa kehamilan

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa 20% kondisi stunting terjadi pada saat bayi masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyebabnya adalah kurangnya asupan gizi pada masa kehamilan, sehingga janin hanya menerima sedikit nutrisi.

Akibatnya, pertumbuhan janin di dalam kandungan menjadi terhambat hingga setelah kelahiran. Maka dari itu, ibu hamil harus memastikan dirinya mendapatkan asupan gizi dan nutrisi yang baik.

2. Kebutuhan gizi anak yang tidak tercukupi

Penyebab yang kedua ini dapat terjadi karena asupan gizi anak saat masih berusia kurang dari 2 tahun tidak tercukupi. Asupan gizi ini mencakup makanan pendamping ASI (MPASI) yang kurang berkualitas, anak tidak diberikan ASI, hingga posisi menyusui yang kurang tepat.

Tak hanya itu, banyak teori menyatakan bahwa asupan makanan yang kurang juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab stunting. Terutama asupan makanan yang mengandung protein, mineral zinc, dan zat besi saat anak masih balita.

Stunting biasanya dimulai ketika anak masih berusia 3 bulan. Proses perkembangan ini kemudian mulai melambat saat anak menginjak usia 3 tahun. Setelah itu, tinggi badan anak terus bertambah namun berada di bawah standar penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U).

Perlu kamu ketahui bahwa ada sedikit perbedaan kondisi stunting pada anak usia 2 hingga 3 tahun dengan anak yang usianya lebih dari 3 tahun. Anak-anak berusia 2 hingga 3 tahun yang tinggi badannya di bawah standar bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung.

Sedangkan pada anak yang usianya lebih dari 3 tahun, kondisi ini menunjukkan bahwa anak memang telah mengalami kegagalan pertumbuhan atau stunted.

3. Faktor penyebab lainnya

Selain dua faktor di atas, masih ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan stunting pada anak, diantaranya seperti:

  • Ibu kurang memiliki pengetahuan tentang gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan
  • Akses pelayanan kesehatan yang terbatas, seperti layanan kehamilan dan setelah melahirkan.
  • Akses air bersih dan sanitasi yang tidak merata
  • Makanan bergizi masih tergolong mahal sehingga tidak bisa diakses oleh semua orang

Tanda Serta Gejala Stunting Pada Anak

Pengertian Stunting

Perlu kamu ingat bahwa tidak semua anak balita yang tubuhnya pendek berarti mengalami stunting. Pasalnya, stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek jika dilihat dari standar pengukuran tinggi badan menurut usia yang dibuat oleh WHO.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa balita bisa dikatakan stunting jika sudah diukur tinggi badannya, kemudian dibandingkan dengan standar dari WHO, dan hasilnya berada di bawah normal.

Ini berarti, stunting bukan masalah kesehatan yang bisa ditebak atau dikira-kira. Untuk memastikannya harus dilakukan pengukuran di dokter, posyandu, atau puskesmas. Selain itu, masih ada ciri-ciri lain yang dapat menjadi tanda dan gejala stunting, yaitu:

  • Pertumbuhan yang melambat.
  • Wajah anak terlihat lebih muda dari teman sebayanya.
  • Pertumbuhan gigi terlambat.
  • Kemampuan fokus serta memori belajar anak memiliki performa yang buruk.
  • Pada usia 8 sampai 10 tahun anak jadi lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang-orang di sekitarnya.
  • Berat badan balita cenderung menurun.
  • Perkembangan tubuh anak terhambat, misalnya anak perempuan telat mengalami menstruasi pertamanya.
  • Anak menjadi mudah terserang penyakit infeksi.

Dampak Stunting Pada Anak

Stunting pada anak dapat mempengaruhi seluruh pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam jangka pendek, dampak dari stunting terdiri dari perkembangan otak yang terganggu, gangguan metabolisme, kecerdasan, serta pertumbuhan fisiknya.

Sementara itu, dalam jangka yang panjang stunting yang tidak ditangani dengan baik sejak awal dapat menyebabkan berbagai dampak, di antaranya:

  • Membuat kemampuan perkembangan kognitif otak menurun
  • Anak mudah terserang penyakit karena kekebalan tubuhnya lemah
  • Anak lebih berisiko terkena penyakit metabolik, seperti kegemukan.
  • Anak menjadi kesulitan belajar
  • Penyakit jantung dan pembuluh darah
  • Saat sudah dewasa, anak bertubuh pendek akan sulit bersaing di dunia kerja dan tingkat produktivitasnya cenderung rendah
  • Pada anak perempuan, saat dewasa stunting dapat menimbulkan masalah kesehatan serta perkembangan pada keturunannya. Ini biasanya terjadi pada wanita dewasa yang tinggi badannya kurang dari 145 cm.
  • Ibu hamil yang tinggi badannya di bawah rata-rata akan mengalami perlambatan pertumbuhan rahim, plasenta dan perlambatan aliran darah ke janin.
  • Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tinggi badannya di bawah rata-rata lebih beresiko terkena komplikasi medis yang serius. Seperti pertumbuhan yang terhambat serta perkembangan saraf dan kemampuan intelektualnya terhambat. Kondisi ini terus berlangsung hingga si anak tersebut memiliki keturunannya sendiri.

Penanganan Stunting Pada Bayi dan Anak

Stunting memang bisa berdampak hingga anak tumbuh dewasa. Kabar baiknya, kondisi ini masih bisa ditangani. Menurut Kemenkes RI, sunting sangat dipengaruhi oleh pola asuh, cakupan serta kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, dan juga ketahanan pangan.

Maka dari itu, salah satu penanganan pertama pada anak yang didiagnosis stunting adalah dengan memberikan pola asuh yang tepat pada anak. Pola asuh yang tepat ini mencakup pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dan pemberian ASI bersamaan dengan MPASI hingga anak menginjak usia 2 tahun.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyarankan agar bayi yang berusia 6 hingga 23 bulan mendapatkan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang optimal.

Sebaiknya, MPASI yang diberikan pada anak harus mengandung paling tidak 4 jenis atau lebih dari 7 jenis makanan. Seperti kacang-kacangan, umbi-umbian, telur atau sumber protein lain, produk olahan susu, vitamin A, dan yang lainnya.

Selain itu, ibu juga harus memperhatikan batas ketentuan Minimum Meal Frequency (MMF) untuk bayi berusia 6 sampai 23 bulan yang diberi ASI dan tidak diberi ASI, serta yang sudah mendapatkan MPASI.

Untuk bayi yang diberi ASI umur 6 sampai 8 bulan, MMF-nya 2 kali per hari atau lebih. Lalu, bayi yang umurnya 9 sampai 23 bulan, 3 kali per hari atau lebih. Sementara untuk bayi yang tidak diberi ASI berusia 6 sampai 23 bulan, MMF-nya 4 kali per hari atau lebih.

Tak hanya itu, ketersediaan pangan di rumah juga ikut berperan dalam mengatasi stunting pada anak. Misalnya, kualitas makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh anak harus ditingkatkan kualitasnya.

Cara Mencegah Stunting Pada Anak

Pengertian Stunting

Stunting atau anak yang tinggi badannya pendek sebenarnya bukan masalah yang baru di dunia kesehatan. Di Indonesia, stunting merupakan masalah gizi pada anak yang belum bisa dituntaskan dengan baik.

Baca Juga :  Jadwal Pemeriksaan Kehamilan Trimester 1, 2, dan 3 Terlengkap!

Buktinya, data Pemantauan Status Gizi (PSG) milik Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah anak pendek di Indonesia cukup tinggi. Terutama jika jumlahnya dibandingkan dengan masalah gizi yang lain seperti anak kurus, gemuk, atau kurang gizi.

Menurut data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) yang dilakukan pada tahun 2021, jumlah stunting di Indonesia adalah 5,33 juta balita atau 24,4%. Jumlah ini turun dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja, pemerintah menargetkan angka stunting di Indonesia turun menjadi 14% pada tahun 2024 nanti.

Lantas, apakah stunting pada anak memang bisa dicegah sejak dini? Tentu saja, pemerintah pun menjadikan pencegahan stunting sebagai program prioritas demi memenuhi target yang sudah ditetapkan.

Beberapa cara untuk mencegah stunting menurut Pedoman Penyelenggaraan Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga diantaranya adalah:

1. Mencegah stunting untuk ibu hamil dan yang sedang bersalin

  1. Memantau kesehatan pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi secara optimal serta penanganannya.
  2. Melakukan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) secara rutin dan juga berkala.
  3. Ibu melakukan proses persalinan di fasilitas kesehatan, seperti puskesmas, bidan, maupun dokter.
  4. Pemberian makanan tinggi protein, kalori, serta mikronutrien pada bayi (TKPM).
  5. Orang tua harus melakukan deteksi penyakit menular dan juga penyakit tidak menular sejak dini.
  6. Menghilangkan kemungkinan anak terkena cacingan.
  7. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan full.
  8. Melakukan diskusi dengan dokter kandungan untuk pencegahan stunting dengan baik.

2. Mencegah stunting untuk anak balita

  1. Memantau pertumbuhan dan perkembangan balita secara rutin.
  2. Pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita.
  3. Orang tua harus melakukan stimulasi dini perkembangan anak.
  4. Memastikan anak menerima pelayanan serta perawatan kesehatan yang optimal.
  5. Berdiskusi dengan dokter anak untuk menyesuaikan pencegahan stunting dengan kebiasaan anak agar hasilnya lebih maksimal.

3. Mencegah stunting untuk anak usia sekolah

  1. Memastikan asupan gizi harian anak terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya.
  2. Mengedukasi anak tentang pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan dan gizi secara perlahan dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

4. Mencegah stunting untuk remaja

Sebenarnya, stunting pada remaja sudah tidak bisa diobati. Akan tetapi, masih ada beberapa perawatan yang bisa dilakukan saat anak berusia 14 hingga 17 tahun, diantaranya seperti:

  1. Mengajarkan anak untuk terbiasa melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
  2. Memastikan anak memiliki pola gizi yang seimbang.
  3. Melarang anak untuk merokok dan memakai narkoba.
  4. Mengajarkan kesehatan reproduksi pada anak.

5. Mencegah stunting untuk dewasa muda

  1. Meningkatkan pemahaman tentang Keluarga Berencana (KB).
  2. Melakukan pemeriksaan penyakit menular dan tidak menular agar dapat terdeteksi sejak dini.
  3. Selalu menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS), pola gizi yang seimbang, tidak merokok, serta tidak memakai narkoba.

Selain itu, menurut Strategi Nasional Percepatan penurunan stunting yang ditetapkan oleh pemerintah, pencegahan stunting dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

  • Memperhatikan asupan gizi dan nutrisi untuk ibu hamil dan menyusui, memperhatikan pola makan, dan mengkonsumsi jenis makanan yang beragam serta seimbang.
  • Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk ibu hamil, bayi, serta balita.
  • Memberikan variasi makanan kepada anak agar si kecil terhindar dari permasalahan susah makan.
  • Selalu menjaga sanitasi lingkungan tempat tinggal.
  • Mendapatkan edukasi tentang stunting, pola asuh yang baik, serta asupan gizi dan nutrisi yang baik untuk tumbuh kembang anak.
  • Melakukan vaksinasi lengkap sesuai dengan anjuran dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sejak bayi lahir.

Jadi kesimpulannya, pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memastikan calon ibu mendapatkan asupan gizi yang baik. Ketika anak sudah lahir, pastikan anak mendapatkan asupan makanan yang berkualitas. Hal ini juga dijelaskan oleh Tanoto Scholar dalam bukunya yang berjudul Cegah Stunting Sebelum Genting.