Perundingan Linggarjati merupakan sebuah perundingan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak Belanda dan Indonesia, di mana Inggris menjadi mediator diantara keduanya.
Perundingan tersebut dilaksanakan ketika Indonesia belum lama memproklamasikan kemerdekaannya. Nama dari perundingan ini diambil dari nama dimana dilaksanakan perundingannya, yaitu Desa Linggarjati.
Lokasi desa tersebut masuk dalam wilayah Jawa Barat, tepatnya ada di antara Kuningan dan Cirebon, serta ada di bawah gunung Ciremai.
Daerah tersebut dipilih menjadi tempat dilaksanakannya Perundingan Linggarjati, sebab dinilai netral untuk dua pihak yang akan berunding. Sampai detik ini, lokasi tersebut masih ada.
Bahkan, perundingan tersebut sekarang diabadikan dalam bentuk museum bernama Museum Linggarjati.
Latar Belakang Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati secara umum dilatarbelakangi oleh keinginan Belanda untuk kembali menguasai Hindia Belanda.
Namun, keinginan tersebut tidak dapat terwujud karena saat dijajah oleh Jepang, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya melalui proses yang panjang dengan organisasi-organisasi seperti BPUPKI, PPKI, dan akhirnya proklamasi oleh Soekarno.
Melihat hal ini, Belanda justru berupaya menyerang Indonesia yang sudah merdeka dengan cara menyusup kedalam pasukan sekutu yang datang ke Indonesia untuk melucuti Jepang.
Secara khusus, terdapat 2 alasan yang melatarbelakangi terjadinya perundingan linggarjati yaitu
- Keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia
- Konflik Indonesia-Belanda yang berkepanjangan
Agar kalian lebih paham, alasan-alasan tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci dibawah ini
Keinginan Belanda untuk Kembali Berkuasa di Indonesia
Indonesia telah berhasil merdeka setelah dibacakannya Proklamasi Indonesia oleh Bung Karno di tanggal 17 Agustus 1945. Hal tersebut juga sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia sudah terlepas dari belenggu Jepang.
Akan tetapi, Belanda yang telah menjajah Indonesia mempunyai keinginan untuk kembali menjajah Indonesia seperti sedia kala.
Untuk memuluskan aksinya, Belanda berupaya menguasai Indonesia lewat jalur politik dan juga jalur militer dengan menyusup kedalam tentara AFNEI yang datang ke Indonesia.
Aksi tersebut dimulai pada tanggal 29 September 1945, tepatnya ketika AFNEI dan sekutu hadir di Indonesia.
Tujuan mereka datang adalah melucuti pasukan Jepang yang telah kalah dalam pertempuran di Perang Dunia II. Akan tetapi, ternyata NICA ikut serta membonceng kedatangan AFNEI dan sekutu ke Indonesia.
NICA atau Nederlands Indies Civil Administration adalah korps administrasi kolonial milik kerajaan Belanda yang bertugas memerintah daerah jajahannya.
Hal itulah yang kemudian menyebabkan rakyat dan pemerintah Indonesia merasa curiga, mereka merasa bahwa Belanda mempunyai niat untuk kembali menjajah Indonesia.
Ternyata dugaan tersebut terbukti dengan adanya berbagai pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dengan pasukan Belanda yang sudah menapakkan kaki di Indonesia.
Keinginan Belanda untuk menguasai Indonesia inilah yang menjadi katalis utama terjadinya perjanjian Linggarjati antara kedua negara.
Konflik Indonesia dengan Belanda yang Berkepanjangan
Setelah kedatangan pasukan NICA, terjadi banyak sekali pertempuran di berbagai wilayah di Indonesia.
Beberapa pertempuran tersebut diantaranya adalah konflik Medan Area, Peperangan Merah Putih Manado, Peperangan 10 November Surabaya, dan perang Ambarawa.
Pertikaian dan konflik yang terus terjadi di berbagai daerah menimbulkan berbagai kerugian, baik yang diderita Indonesia, maupun yang dialami oleh Belanda.
Oleh karena itu, kedua pihak yang bertikai, yaitu Belanda dan Indonesia setuju melaksanakan kontak diplomasi untuk membicarakan perdamaian dan penghentian pertempuran.
Hal tersebut merupakan yang pertama kalinya yang pernah terjadi di antara keduanya.
Setelah keduanya memutuskan untuk mengakhiri pertikaian yang terjadi serta syarat-syarat yang diajukan, maka selesai pula sengketa wilayah kekuasaan di berbagai daerah.
Kontak diplomasi itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan Perundingan Linggarjati.
Sejarah Perundingan Linggarjati
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, perundingan linggarjati dilatarbelakangi oleh konflik berkepanjangan antara Indonesia-Belanda dan keinginan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia.
Pemerintah Inggris mengundang pihak Indonesia dan Belanda di Hooge Veluwe. Namun, perundingan tersebut gagal karena Belanda menolak permintaan Indonesia untuk diakui kedaulatannya atas pulau Jawa, Sumatera, dan Madura.
Saat itu, Belanda hanya mau mengakui kedaulatan Indonesia di daerah pulau Jawa dan Madura saja.
Pada akhir bulan Agustus 1946, kerajaan Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda dengan perundingan yang baru.
Perundingan singkat yang dilaksanakan di Konsulat Jendral Inggris Raya di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946 berhasil membuahkan kesepakatan gencatan senjata antara Indonesia-Belanda.
Kesepakatan gencatan senjata dan kembali ke meja perundingan ini berhasil disetujui pada tanggal 14 Oktober.
Setelah itu, pihak Indonesia-Belanda melanjutkan perundingan dalam perundingan Linggarjati yang dilaksanakan pada tanggal 11 November 1946.
Alasan Sutan Sjahrir memilih Linggarjati tidak diketahui secara pasti. Kemungkinan, Sjahrir menilai bahwa kondisi alam yang indah nan asri dari Gunung Ciremai dan Linggarjati bisa mengurangi ketegangan perundingan.
Perundingan ini selesai pada 15 November 1946 namun baru ditandatangani oleh kedua belah pihak pada 25 Maret 1947.
Rentang waktu tersebut diberikan agar delegasi dari kedua negara dapat melakukan perbaikan isi dan juga revisi syarat-syarat agar sama-sama menguntungkan.
Tokoh dalam Perundingan Linggarjati
Terdapat banyak tokoh dari pihak Indonesia maupun Belanda yang terlibat dalam perundingan ini.
Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah
- Sutan Syahrir
- Muhammad Roem
- Dr. A.K Gani
- Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H.
- Prof. Schermerhom
- Van Poll
- Van Mook
- Lord Killearn
Agar kalian lebih paham, tokoh-tokoh tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci dibawah ini
Sutan Syahrir
Sutan Syahrir merupakan salah satu tokoh yang ikut serta dalam usaha kemerdekaan Indonesia. Di dalam Perundingan Linggarjati, dirinyalah sosok yang memiliki ide untuk menyelenggarakan kesepakatan tersebut.
Tepatnya pada bulan November 1946, utusan dari Belanda siap untuk melaksanakan perundingan dengan Indonesia untuk penyelesaian sengketa.
Untuk sampai berhasil memelopori Perundingan Linggarjati, dirinya berhasil mendapat bala bantuan dari teman masa kuliahnya yang kini menjabat di Belanda.
Akan tetapi, hasil kesepakatan yang dilakukan kedua pihak banyak merugikan pihak Indonesia. Untuk itu, Sutan Syahrir mengajukan usulan pasal tingkat PBB.
Pasal tersebut digunakan sebagai tameng, jika ternyata di masa yang akan datang, kembali terjadi pertikaian. Pihak Belanda pun langsung setuju dengan usulan tersebut, karena dianggap memberikan tambahan keuntungan bagi pihaknya.
Strategi Indonesia berhasil membuat Indonesia selamat ketika terjadi Agresi Militer yang pertama, yakni di tahun 1947.
Benar adanya, bahwa pihak Belanda melanggar Perundingan Linggarjati yang telah disepakati sebelumnya, sehingga pihaknya harus menyelesaikan sengketa wilayah dengan Indonesia di sidang tingkat Internasional.
Hal tersebut menyebabkan semua negara di dunia mengerti bahwa Belanda menindas Indonesia, sehingga negara-negara tersebut berpihak ke Indonesia.
Muhammad Roem
Muhammad Roem merupakan seorang tokoh diplomat yang dikenal hebat dalam berdiskusi dan berdiplomasi. Itulah mengapa dirinya turut serta ditunjuk sebagai perwakilan Indonesia dalam Perundingan Linggarjati.
Sebagai salah satu diplomat unggulan Indonesia, Roem tidak hanya mewakili Indonesia di perundingan Linggarjati saja, tetapi nantinya akan mewakilkan Indonesia di banyak perundingan-perundingan lainnya.
Dr. A. K. Gani
Gani memiliki banyak peran di Indonesia, ini terbukti dari profesinya yang cukup banyak, diantaranya politisi, tokoh militer, dan seorang dokter. Pada masa jabatan Sutan Syahrir, dirinya memegang jabatan Menteri Kemakmuran.
Dirinya pun ikut serta di bawah pimpinan Sutan Syahrir dalam melaksanakan perundingan dengan Belanda di Linggarjati, tepatnya pada sidang pleno-3.
Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H.
Susanto sebelumnya pernah memiliki jabatan di Indonesia dalam kurun waktu yang cukup lama. Dirinya pernah menjabat menjadi Menteri Kehakiman pada 6 kabinet berbeda, yakni pada Kabinet Syahrir periode II sampai Kabinet Hatta periode II.
Atas pengalamannya tersebut, Susanto dipilih menjadi wakil ketua dari Indonesia dalam perundingan di Linggarjati.
Prof. Schermerhom
Schermerhom merupakan seorang Perdana Menteri dari Belanda yang menjabat sejak Juni 1945 hingga Juli 1946. Setelah jabatan tersebut selesai, dirinya ditunjuk sebagai Kepala Komisi Umum di Hindia Belanda.
Itulah mengapa dirinya ikut serta dalam Perundingan Linggarjati mewakili Belanda.
Van Poll
Nama lengkapnya yaitu Max Van Poll. Dirinya merupakan seorang politisi di Belanda, sekaligus menjadi jurnalis. Karirnya diawali dengan menjadi seorang PNS. Ketika tahun 1929 dirinya hadir ke DPR untuk RKSP.
Van Poll menjadi juru dalam hal kolonial, terutama yang berhubungan dengan Indonesia.
Kemudian, setelah terjadi Perang Dunia yang kedua, ia masuk dalam anggota di Komisi Umum dan menjadi penasehat Van Mook dalam perundingannya dengan Indonesia terkait dengan sengketa wilayah di Linggarjati.
Van Mook
Van Mook merupakan anak dari seorang pemilik SR yang berada di Surabaya. Setelah dirinya menyelesaikan HBS di Indonesia, tepatnya di Surabaya, kemudian ia kembali ke Belanda melanjutkan kuliah teknik dan pendidikan yang lain. Kemudian ia kembali lagi ke Indonesia.
Sekembalinya dirinya, Van Mook ditugaskan sebagai inspektur dalam urusan distribusi pangan Semarang. Selanjutnya ia menjadi penasihat dalam pertanahan Yogyakarta dilanjutkan sebagai asisten residen kepolisian Jakarta.
Lord Killearn
Dirinya merupakan tokoh perwakilan dari Inggris. Ia ditunjuk menjadi mediator dalam perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Killearn menjadi anggota dalam Kementerian Luar Negeri di Inggris mulai tahun 1903. Dengan bantuan dirinya, Perundingan Linggarjati berhasil dibentuk.
Isi Perundingan Linggarjati
Secara umum, perundingan Linggarjati berisi gencatan senjata antara pasukan Belanda-Indonesia, pengakuan kedaulatan Indonesia, dan pembentukan negara serikat Indonesia-Belanda.
Secara spesifik, isi perundingan ini adalah
- Pengakuan kedaulatan
- Kepergian Belanda
- Pembentukan RIS
- Penggabungan RIS
Agar kalian lebih paham, akan dijelaskan secara lebih rinci isi-isi perundingan Linggarjati dibawah ini
Pengakuan Kedaulatan
Sebelumnya pertikaian yang terjadi di Indonesia disebabkan karena Belanda belum mau mengakui bahwa Indonesia telah berhasil menjadi negara yang berdaulat.
Kini dalam perundingan di Linggarjati dikatakan bahwa Belanda harus mengakui dengan prinsip de facto bahwa daerah yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura menjadi kekuasaan Indonesia.
Kepergian Belanda
Belanda bisa sampai di Indonesia lagi karena pasukannya membonceng sekutu yang juga datang ke Indonesia.
Karena berbagai kerusuhan yang disebabkan oleh Belanda, maka dalam Perundingan Linggarjati ditetapkan bahwa pasukan Belanda harus pergi dari Indonesia paling lambat pada 1 Januari 1949.
Pembentukan Negara RIS
Sebelum Belanda kembali datang, Indonesia sudah menjadi negara berdaulat dengan bentuk negara kesatuan.
Akan tetapi, karena kekacauan yang disebabkan oleh Belanda, maka bentuk negara Indonesia akhirnya mengalami perubahan.
Pada perundingan di Linggarjati dicapai kesepakatan bahwa Indonesia dan Belanda akan bersama sama menciptakan negara serikat bernama RIS (Republik Indonesia Serikat).
Penggabungan RIS
Setelah bentuk negara Indonesia berubah menjadi negara serikat, tidak berarti kesepakatan itu sudah selesai.
Sesuai dengan Perundingan Linggarjati, Indonesia yang sudah menjadi RIS harus menggabungkan diri dengan negara persemakmuran lainnya yang berada dalam kekuasaan Belanda.
Nantinya, RIS ini akan masuk kedalam semesta Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh kerajaan Belanda.
Dampak Perundingan Linggarjati
Secara umum, perundingan Linggarjati memiliki dampak yang dapat dianggap positif dan juga dampak-dampak yang dapat dianggap negatif terhadap bangsa Indonesia.
Meskipun begitu, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa perundingan Linggarjati lebih banyak memberi dampak negatif karena tidak mampu membendung agresi militer Belanda.
Selain itu, perjanjian ini juga dirasa tidak mampu membuat Indonesia menguasai daerah-daerah lain di Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia bagian Timur.
Dampak Positif Perundingan Linggarjati
Berikut ini adalah beberapa dampak positif dari perundingan Linggarjati terhadap bangsa Indonesia
- Citra Indonesia di mata komunitas internasional sebagai negara yang merdeka dan berdaulat semakin kuat. Terlebih lagi, Belanda sudah mengakui kemerdekaan Indonesia, sehingga negara lain terdorong untuk mengakui Indonesia pula
- Belanda sudah mengakui secara de facto kekuasaan Indonesia atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera.
- Selesainya konflik militer antara Belanda dan Indonesia yang telah menelan banyak korban dan kerugian besar dalam bentuk kerusakan sarana prasarana dan gangguan terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat
Secara umum, dapat kita simpulkan bahwa Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan kedaulatan sehingga citranya di komunitas internasional pun meningkat.
Dampak Negatif Perundingan Linggarjati
Berikut ini adalah beberapa dampak negatif dari perundingan Linggarjati terhadap bangsa Indonesia
- Wilayah kekuasaan Indonesia menjadi sangat kecil yaitu hanya meliputi pulau Jawa, Sumatera, dan Madura.
- Indonesia harus mengikuti Uni Indonesia-Belanda dan membentuk RIS dengan negara-negara serikat lainnya di Hindia-Belanda
- Memberikan waktu bagi Belanda untuk mengatur strategi dan memobilisasi angkatan perang nya untuk agresi militer berikutnya
- Mendapatkan kecaman serta ditentang oleh berbagai elemen masyarakat yang menganggap perundingan Linggarjati tidak adil. Pihak yang menentang antara lain adalah Partai Masyumi, PNI, PRI, dan Partai Rakyat Jelata.
- Banyak beredar anggapan bahwa Sutan Syahrir pro Belanda dalam perundingan ini dan merugikan Indonesia, sehingga membuat Partai Sosialis menarik dukungan terhadap Syahrir pada tanggal 26 Juni 1947
Dapat disimpulkan bahwa selain memberikan waktu bagi Belanda untuk mengatur kembali strateginya, perundingan Linggarjati ini juga mendapat banyak sekali kecaman dari dalam Indonesia karena cenderung menguntungkan Belanda.
Pelanggaran Perundingan Linggarjati
Perjanjian Linggarjati tidak berhasil membendung kemauan Belanda untuk kembali menguasai Indonesia. Pada tanggal 20 Juli 1947, H.J Van Mook memutuskan secara sepihak bahwa Belanda tidak lagi terikat oleh hasil perundingan Linggarjati.
Aksi ini pun dilanjutkan dengan serangan bertubi-tubi Belanda terhadap wilayah kekuasaan Indonesia.
Serangan-serangan militer ini nantinya akan dikenal sebagai Agresi Militer Belanda yang pertama. Hal ini terjadi karena Belanda dan Indonesia memiliki penafsiran yang berbeda terhadap hasil perjanjian Linggarjati ini.
Konflik ini pun akhirnya diselesaikan dengan perjanjian Renville yang hasilnya juga banyak merugikan bangsa Indonesia.
Itulah hal-hal yang perlu Anda ketahui dari Perundingan Linggarjati. Sehingga Anda bisa mengetahui bagaimana perundingan ini bisa terjadi dan siapa saja yang berperan di dalamnya.