Pengertian Asam Basa, Sifat, Teori dan Contoh Reaksi Asam Basa Terlengkap

Pengertian Asam Basa, Sifat, Teori dan Contoh Reaksi Asam Basa Terlengkap – Tentu saja kita sering mendengar istilah asam basa dalam kimia. Kata asam berasal dari bahasa Latin acidu” yang berarti masam. Asam adalah zat (senyawa) yang menyebabkan rasa masam pada berbagai materi. Basa adalah zat(senyawa) yang dapat beraksi dengan asam, menghasilkan senyawa yang disebut dengan garam. Sedangkan basa adalah zat yang dapat menetralkan asam. Secara kimia, asam dan basa saling berlawanan. Sifat basa pada umumnya ditunjukkan dari rasa pahit dan licin.

Suatu senyawa disebut asam jika memiliki pH kurang dari 7, dan disebut basa jika memiliki pH lebih dari 7. Asam dapat didefinisikan sebagai zat yang jika dilarutkan dalam air akan mengalami disosiasi dan menghasilkan kation hidrogen (H+), sedangkan basa dapat didefinisikan sebagai zat yang jika dilarutkan dalam air akan mengalami disosiasi dan menghasilkan anion hidroksida (OH-).

Sifat-Sifat Asam dan Basa

Sifat Asam

Adapun sifat-sifat asam, diantaranya yaitu

  • Memiliki rasa masam/asam
  • Bersifat korosif atau merusak
  • Jika dilarutkan dalam air dapat menghasilkan ion H+ atau ion hidrogen dan ion sisa asam yang bermuatan negatif. Peristiwa terurainya asam menjadi ion bisa dituliskan seperti ini:
    HA (aq) ——> H+ (aq) + A- (aq)
  • Jika diuji dengan indikator kertas lakmus biru, asam dapat mengubah lakmus tersebut menjadi merah. Sedangkan jika diuji dengan indikator kertas lakmus merah, kertas lakmus tersebut tidak akan berubah warna. Indikator adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan suatu zat apakah bersifat asam maupun basa.

Sifat Basa

Adapun sifat-sifat basa, diantaranya yaitu:

  • Memiliki rasa pahit
  • Bersifat kaustik atau dapat merusak kulit
  • Jika dilarutkan dalam air dapat menghasilkan ion OH- atau ion hidroksil dan ion logam atau gugus lain yang bermuatan negatif. Jika ion OH- hampir seluruhnya dilepaskan atau ionisasinya sempurna, maka termasuk basa kuat atau dikatakan memiliki derajat keasaman yang rendah dan begitu sebaliknya. Secara umum peristiwa peruraian basa menjadi ion dapat dituliskan sebagai berikut:
    BOH (aq) ——-> B+ (aq) + OH- (aq)
  • Jika diuji dengan indikator lakmus merah, maka bsa akan mengubah warna lakmus tersebut menjadi warna biru, sedangkan dengan kertas lakmus biru, tidak akan mengubah warna kertas lakmus tersebut.

Teori Asam Basa

Teori Asam Basa Menurut Arrhenius (1884)

Menurut Svante August Arrhenius (1884), asam adalah spesi yang apabila dilarutkan dalam air akan terdisosiasi menghasilkan ion H+ dan basa adalah spesi yang apabila dilarutkan dalam air akan terdisosiasi menghasilkan ion OH-, dengan asumsi bahwa pelarut tidak berpengaruh terhadap sifat asam dan basa.

Dalam pengajuan desertasinya, Arrhenius mengalami hambatan yang cukup berat karena profesornya tidak tertarik. Desertasinya dimulai pada tahun 1880, diajukan pada 1883. Kemudian ia diluluskan, namun dengan nilai rendah, bahkan hampir tidak lulus. Hal tersebut karena teorinya yang dianggap terlalu revolusioner, dianggap tidak realistis dan sebagainya.

Arrhenius melanjutkan penelitian tentang teorinya dengan Ostwald dan Kohlrausch pada tahun 1886, lalu dilanjutkan dengan Boltzmann dan van’t Hoff pada tahun 1887. Hingga Arrhenius dapat membuktikan teorinya dan menerbitkan karangannya mengenai asam basa. Akhirnya, dunia mengakui teori Arrhenius, dan pada tahun 1903 mendapatkan hadiah nobel untuk ilmu pengetahuan.

Hingga sekarang teori Arrhenius masih tetap berguna meskipun hal tersebut merupakan model paling sederhana. Dalam membedakan asam basa lemah atau kuat didasarkan pada daya hantar listrik molal. Jika suatu larutan bisa menghantarkan listrik artinya larutan tersebut mengandung ion. Semakin kuat daya hantar listriknya berarti semakin kuat pula sifat asam atau basanya. Karena semakin banyak asam/basa yang terionisasi membuat larutan tersebut semakin elektrolit kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asam atau basa kuat berupa elektrolit kuat dan asam atau basa lemah merupakan elektrolit lemah.

Kelemahan teori Arrhenius, diantaranya seperti belum menjelaskan tentang bagaimana pengaruh dari pelarut, atau bagaimana dengan sifat garam.

Asam Arrhenius

Menurut Arrhenius, suatu zat dikatakan asam jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion H+, sebagai contoh yaitu disosiasi dari HCl

HCl → H+(Aq) + CI(Aq)

Saat HCl dibuat menjadi larutan, maka HCl terdisosiasi menjadi ion H+ dan ion Cl-. Karena sesuai dengan teori Arrhenius maka asam klorida termasuk asam Arrhenius.

Contoh lain asam Arrhenius diantaranya seperti:


Dari beberapa contoh diatas, hasil dari disosiasi berupa ion H+, tapi pada kenyataannya ion H+ tidak ada yang berupa ion bebas, ion H+ akan bereaksi dengan molekul air di sekitarnya, membentuk ion H3O+.

H+ (Aq) + H2O(l) → H3O+(Aq)

Sehingga reaksi lengkap yang terjadi pada disosiasi yaitu:

HBr(Aq) + H2O(l) → H3O+(Aq) + Br-(Aq)

Tapi agar lebih pendek dan lebih mudah diingat reaksi disosiasi menjadi :

HBr(Aq) → H+(Aq) + Br-(Aq)  

Secara umum, tidak ada yang salah untuk penggunaan kedua reaksi di atas dalam menunjukkan disosiasi.

Basa Arrhenius

Menurut Arrhenius, suatu zat dikatakan basa jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion OH-, sebagai contoh disosiasi NaOH.

NaOH(Aq) → Na +(Aq)  + OH(Aq)

Saat NaOH dibuat menjadi larutan, maka NaOH terdisosiasi menjadi ion Na+ dan ion OH-. Karena sesuai dengan teori Arrhenius maka larutan Natrium Hidroksida termasuk basa Arrhenius. Berikut beberapa contoh lain basa arrhenius:

Dari beberapa contoh diatas, kebanyakan ion OH- berasal dari zat yang dilarutkan tersebut. Tapi jangan terkecoh, untuk beberapa zat yang tanpa gugus OH- pada rumus kimianya juga bisa bersifat basa, asalkan saat dilarutkan dalam air menghasilkan ion OH-. Sebagai contoh senyawa amonia, dengan rumus kimia NH3. Amonia termasuk basa, karena saat dilarutkan dalam air membuat terbentuknya ion OH-. Perhatikan reaksi pelarutan amonia berikut ini:

NH3(Aq) + H2(l)  ⇋​​ NH​4​+​​(aq)+OH​−​​(aq)

Karena bisa menghasilkan ion OH- saat dilarutkan dalam air maka amonia termasuk basa Arrhenius, namun pada beberapa pernyataan menyebutkan bahwa basa Arrhenius setidaknya memiliki gugus OH pada rumus kimianya, sehingga jika dikaitkan dengan pernyataan tersebut amonia bukanlah basa arrhenius.

Teori Asam Basa Menurut Bronsted-Lowry (1923)

Teori ini melengkapi teori Arrhenius yang belum menjelaskan tentang pengaruh pelarut. Pada teori Arrhenius suatu zat dikatakan asam atau basa jika dilarutkan dalam air menghasilkan ion H+ atau ion OH-, tapi bagaimana jika pelarutnya bukan air? Misalnya, asam asetat pada pelarut benzena, disitu sifat asamnya menjadi tidak muncul.

Kemudian, pada suatu amonia yang dilarutkan pada Natrium amida, disitu ia menjadi bersifat basa meskipun tidak terbentuk ion OH- karena hal tersebut maka Johannes N. Bronsted dan Thommas M. Lowry menyimpulkan bahwa yang menjadikan suatu zat tersebut asam atau basa yaitu ion H+ atau proton.

Menurut Bronsted-Lowry suatu spesi dikatakan asam jika bisa mendonorkan ion H+ atau proton (donor proton) ke spesi lain, sedangkan basa jika spesi tersebut bisa menerima ion H+ atau proton (akseptor proton) dari spesi lain.

Asam-basa Konjugasi Kelanjutan dari teori Bronsted-Lowry adalah spesi yang telah mendonorkan proton, akan memiliki kemampuan untuk bisa menerima proton, sehingga merupakan basa. Untuk basa yang terjadi karena hasil donor proton biasa disebut basa konjugasi dari asam semula. Sedangkan untuk spesi yang menerima proton, akan memiliki kemampuan untuk mendonorkan proton, dan biasa disebut asam konjugasi dari basa semula. Lebih jelasnya perhatikan reaksi HCl dan air berikut ini:

Pada reaksi diatas, HCl mendonorkan proton pada air, mengacu pada teori Bronsted-Lowry maka HCl tersebut merupakan asam. Akan tetapi setelah HCl mendonorkan proton, sisanya hanya ion Cl-, dimana memiliki kemampuan untuk menerima proton atau basa. Maka, Cl- merupakan basa konjugasi dari HCl. Pasangan asam basa konjugasi = HCl dan Cl-

Karena air menerima proton dari HCl, air tersebut merupakan basa. Setelah air menerima proton, akan terbentuk ion H3O+, dimana memiliki kemampuan untuk mendonorkan proton atau asam. Maka, ion H3O+ merupakan asam konjugasi dari air. Pasangan basa asam konjugasi = air dan H3O+.

Baca Juga :  Jaringan Kolenkim

Amfoter
Senyawa amfoter adalah senyawa yang bisa menjadi asam maupun basa, tergantung kondisi lingkungannya. Hal tersebut karena senyawa amfoter memiliki kemampuan seperti itu. Kemampuan tersebut dapat terjadi karena pada senyawa amfoter terdapat atom hidrogen yang bisa lepas menjadi proton dan memiliki pasangan elektron bebas yang bisa menerima proton. Contoh senyawa amfoter diantaranya air, asam amino, protein, Al(OH)3 dan beberapa logam oksida (ZnO, PbO, SnO dsb)

Istilah amfoter berasal dari bahasa yunani yaitu amphoteroi yang berarti keduanya. Penggunaannya dalam asam basa, amfoter berarti senyawa yang bisa menjadi keduanya. Terkadang istilah lain yang juga digunakan untuk senyawa yang dapat menjadi asam maupun basa adalah amfiprotik. Antara Amfoter dan Amfiproti memiliki makna yang sama

Ringkasan
Pada teori asam basa Bronsted-Lowry dapat diperoleh beberapa poin penting diambil, diantaranya:

  • Asam merupakan spesi yang dapat mendonorkan ion H+ atau proton
  • Basa merupakan spesi yang dapat menerima ion H+ atau proton
  • Air merupakan senyawa amfoter
  • Asam konjugasi adalah asam hasil dari suatu senyawa yang telah menerima proton
  • Basa konjugasi adalah basa hasil dari suatu senyawa yang telah mendonorkan proton

Teori Asam Basa Menurut Lewis (1923)

Pada tahun 1923, Lewis mengajukan pandangan yang berbeda terhadap teori asam basa. Ketika Bronsted-Lowry memandang bahwa yang berperan dalam suatu senyawa berupa asam/basa karena suatu proton (ion H+), Lewis memandang bahwa yang berperan dalam sifat asam/basa suatu senyawa adalah karena pasangan elektron. Pada teori asam basa Lewis, basa mendonorkan pasangan elektron dan asam menerima pasangan elektron.

Asam Lewis adalah semua zat yang dapat menerima pasangan elektron bebas, dengan kata lain suatu akseptor pasangan elektron. Sedangkan basa Lewis adalah zat yang dapat mendonorkan pasangan elektron bebas, dengan kata lain suatu donor pasangan elektron.

Asam Lewis
Asam Lewis adalah penerima pasangan elektron. Asam Lewis merupakan elektrofil, karena tertarik pada elektron. Asam Lewis bermuatan positif (parsial) pada suatu senyawa. Contoh zat yang termasuk dalam asam Lewis, diantaranya yaitu:

  • Semua kation (Cu2+, Na+, Ca2+, Li+, Mg2+, dan lain sebagainya),
  • Atom, ion, atau molekul yang oktet tidak lengkap (BF3, AlF3)
  • Molekul yang mana atom pusatnya dapat memiliki elektron valensi lebih dari 8 (SiBr4, SiF4)
  • Molekul memiliki ikatan rangkap dengan dua atom elektronegatif (CO2)

Basa Lewis
Basa Lewis adalah pendonor pasangan elektron. Basa Lewis merupakan nukleofil, karena menyukai untuk menyerang atom yang bermuatan positif pada suatu senyawa.
Contoh zat yang termasuk dalam basa Lewis diantaranya yaitu OH-, CN-, NH3, dan lain sebagainya.

Agar lebih memahami teori asam-basa Lewis, perhatikan contoh reaksi H+ dan NH3

Pada reaksi di atas terlihat bahwa NH3 mendonorkan pasangan elektronnya untuk berikatan dengan H+, maka yang bertindak sebagai basa Lewis adalah NH3. sedangkan H+ menerima pasangan elektron dari amonia, sehingga H+ merupakan asam Lewis.

Demikian artikel tentang “Pengertian Asam Basa, Sifat, Teori dan Contoh Reaksi Asam Basa Terlengkap“, semoga bermanfaat dan jangan lupa ikuti postingan kami berikutnya.