Zaman mesolitikum merupakan zaman prasejarah jauh sebelum hidup manusia berada di zaman yang serba canggih dan modern seperti sekarang.
Seperti yang kita ketahui, zaman batu terbagi menjadi 4 periode dengan ciri khas yang berbeda-beda yaitu
- Paleolitikum
- Mesolitikum
- Neolitikum
- Megalitikum
Jika dibandingkan dengan zaman sebelumnya pada era ini perkembangan manusia jauh lebih cepat dari berbagai aspek kehidupan.
Kondisi alam yang jauh lebih stabil dan terkendali menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan kebudayaan zaman mesolitikum lebih cepat.
Dampaknya adalah masyarakat atau manusia purba di era ini bisa meneruskan hidup yang jauh lebih damai.
Selain itu, teknologi juga sudah berkembang dengan cukup pesat dibandingkan dengan zaman paleolitikum, sehingga manusia sudah mampu mengolah batu-batuan menjadi alat-alat yang lebih hebat.
Nah agar tidak penasaran informasi menarik apa saja tentang zama mesolitikum, simak ulasannya di bawah ini.
Pengertian Zaman Mesolitikum
Zaman mesolitikum merupakan periode zaman batu yang terjadi setelah zaman paleolitikum. Penamaan zaman mesolitikum berasal dari bahasa yunani yaitu mesos yang berarti tengah serta lithos yang bermakna batu.
Zaman ini diperkirakan terjadi sekitar 10.000 tahun lalu tepatnya ketika masa holosen. Pada saat ini, manusia masih menggunakan peralatan sehari-hari dari batu yang diolah secara sederhana.
Perkembangan era mesolitikum hadir diantara zaman batu tua atau Paleolitikum dan zaman batu muda atau Neolitikum. Oleh sebab itu, zaman ini dikenal dengan zaman batu madya atau batu tengah.
Meskipun begitu, pada zaman ini perkembangan budaya jauh lebih maju dari Paleolitikum.
Majunya perkembangan pada era ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama kondisi alam yang jauh lebih tenang dan stabil sehingga manusia era mesolitikum bisa lebih fokus mengembangkan budaya.
Faktor yang kedua yaitu didukung dengan spesies manusia homo sapiens yang pola pikirnya jauh lebih cerdas dibanding pendahulunya.
Awalnya istilah mesolitikum tidak terlalu dikenal hingga John Lubbock dalam makalahnya yang berjudul Pre-Historical Times diterbitkan tahun 1865 dan mencoba mengenalkannya, meskipun istilah tersebut akhirnya tidak banyak digunakan.
Namun, seorang arkeolog dan ahli sejarah bernama V Gordon Childe melejitkan istilah mesolitikum pada buku yang diterbitkannya tahun 1947 dengan judul The Dawn Of Europe.
Kehidupan Manusia Zaman Mesolitikum
Keseharian manusia di zaman mesolitikum tidak jauh berbeda dengan pendahulunya di era Paleolitikum yaitu dengan berburu dan meramu makanan yang ada di alam.
Mereka berburu hewan liar dan ikan secara berkelompok atau dalam satu keluarga yang nantinya juga akan dinikmati bersama.
Selain itu, di era tersebut manusia sudah mengenal cocok tanam sebagai salah satu sistem pertanian subsisten kuno untuk menghasilkan makanan sendiri.
Pada masa ini pulalah terjadi perkembangan kebudayaan yang pesat yaitu mereka mulai mempunyai tempat tinggal untuk menetap dalam kurun waktu yang lumayan lama.
Manusia di zaman mesolitikum pada saat itu umumnya bertempat tinggal di goa atau biasa disebut abris sous roche yang berada di tepi pantai.
Oleh karena itu, banyak ditemukan peninggalan jejak kebudayaan mesolitikum di tempat-tempat tersebut, salah satunya adalah Kjokkenmoddinger atau sampah dapur dari aktivitas manusia purba.
Kepercayaan Manusia Mesolitikum
Senada dengan zaman paleolitikum, manusia purba yang hidup pada zaman mesolitikum memiliki kepercayaan spiritual animisme dan juga dinamisme.
Kepercayaan ini melingkupi kepercayaan kepada roh nenek moyang serta kepada kekuatan supernatural dari benda-benda mati.
Seiring dengan berkembangnya kebudayaan dan mulai menetapnya manusia kedalam gua-gua di dekat sumber air dan pesisir pantai, kepercayaan spiritual ini pun menjadi lebih kuat.
Ciri-Ciri Zaman Mesolitikum
Disebut sebagai era peralihan antara era batu tua ke batu muda, era ini memiliki beberapa ciri-ciri yang dapat membedakannya dengan era lain.
Berikut ini adalah ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman Mesolitikum
- Selain berburu, mereka sudah mampu bercocok tanam meskipun cara bercocok tanam yang digunakan masih sangat sederhana.
- Cara yang masih dilakukan hingga era ini yaitu metode food gathering atau mengumpulkan makanan.
- Mampu membuat kerajinan gerabah dengan tangan sendiri.
- Di era ini mereka telah hidup menetap di beberapa tempat seperti gua atau tepi pantai.
- Beberapa alat yang mereka gunakan masih didominasi berbahan tulang dan bebatuan yang teksturnya kasar.
Secara umum, dapat kita tarik kesimpulan bahwa aktivitas manusia sudah jauh lebih berkembang dan bervariasi jika dibandingkan dengan masa paleolitikum.
Selain itu, manusia purba juga sudah mulai tinggal menetap di gua-gua dan hidup dengan sistem produksi makanan berupa pertanian subsisten sederhana.
Manusia Pendukung Zaman Mesolitikum
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, manusia purba yang hidup pada zaman mesolitikum memiliki teknologi dan tingkat perkembangan budaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan zaman paleolitikum.
Hal ini terjadi karena manusia purba tersebut mengembangkan inovasi-inovasi yang sudah ada sejak zaman paleolitikum.
Pada zaman ini, manusia yang tinggal di Indonesia berasal dari ras melanesoid. Bangsa ini menyerupai nenek moyang dari suku Sakai, Aeta, Aborigin dan juga orang-orang Papua.
Alat-Alat Zaman Mesolitikum
Terdapat beberapa alat-alat yang digunakan oleh manusia purba pada zaman Mesolitikum. Alat-alat tersebut berfungsi untuk memudahkan aktivitas sehari-hari manusia purba ini.
Berikut ini adalah beberapa alat-alat yang sering digunakan
- Pebble Sumatera
- Hachecourt
- Pipisan
Agar kalian lebih paham, ketiga alat tersebut akan dijelaskan secara lebih detail dibawah ini
Pebble Sumatera
Pebble sumatera, atau kerap disebut pula sebagai kapak genggam sumatera merupakan salah satu perkakas manusia purba yang diyakini berasal dari zaman mesolitikum.
Artefak ini ditemukan oleh PV Van Stein Callenfels pada tahun 1925 ketika sedang meneliti di bukit kerang.
Senada dengan masanya, kapak ini dibuat dari batu kali yang diolah dengan menumbuknya, sehingga terbentuk pinggir-pinggir yang bersifat tajam dan dapat memotong.
Hachecourt
Hachecourt atau Kapak Pendek juga merupakan salah satu artefak yang diyakini merupakan alat-alat perkakas manusia purba pada zaman Mesolitikum.
Objek ini ditemukan juga oleh PV Van Stein Callenfels ketika sedang meneliti di bukit kerang.
Namun, artefak ini memiliki panjang yang lebih pendek dibandingkan dengan Pebble sumatera yang beliau temukan, sehingga dinamai kapak pendek.
Pipisan
Pada masa ini, diperkirakan manusia sudah mulai menumbuk makanan, kebutuhan-kebutuhan sekunder serta perkakas-perkakas sehari-hari mereka.
Oleh karena itu, mereka dipercaya menggunakan pipisan, yaitu sejenis alat penggiling yang memiliki landasan.
Objek ini diduga digunakan untuk menggiling dan menumbuk makanan manusia purba serta untuk menghaluskan cat-cat merah yang berasal dari tanah merah.
Peninggalan Zaman Mesolitikum
Sebagai bukti terdapatnya kehidupan manusia pada zaman mesolitikum terdapat jejak-jejak yang tertinggal dari era tersebut. Jejak-jejak ini kelak akan digunakan dalam penelitian sejarah untuk mempelajari zaman tersebut.
Berikut ini adalah beberapa peninggalan manusia dan hasil kebudayaan zaman mesolitikum
- Kebudayaan Bacson Hoabinh
- Kebudayaan Toala
- Kebudayaan Tulang dari Sampung
- Abris Sous Roche
- Kjokkenmoddinger
Agar kalian lebih paham mengenai peninggalan-peninggalan diatas, akan dibahas secara lebih lanjut dibawah ini
Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Kebudayaan Bacson-Hoabinh merupakan salah satu kebudayaan yang berperan besar dalam peradaban prasejarah Indonesia.
Kebudayaan yang diprediksi telah ada sejak tahun 10.000 sampai 4.000 SM ini sebenarnya bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari daerah Mekong, Vietnam.
Budaya Bacson-Hoabinh masuk ke Indonesia sejak 2000 SM yang disebar melalui dua jalur yaitu barat dan timur.
Penyebaran dari barat dilakukan melalui Melayu Austronesia yang meninggalkan beberapa hasil budaya seperti peralatan dari tulang, kapak Sumatera atau Pebble dan kapak pendek.
Sedangkan dari jalur barat, persebaran dilakukan melalui jalur Papua Melanosoid. Peninggalan-peninggalan hasil kebudayaan pada jalur ini berupa alat serpih atau dikenal dengan Flakes.
Satu lagi peninggalan yang cukup unik dari kebudayaan Bacson-Hoabinh ini yaitu jika terdapat orang meninggal maka mayat tersebut diposisikan jongkok dan selanjutnya mayat akan dicat warna merah.
Konon pemberian cat ini bertujuan untuk mengembalikan hayat ke mereka yang hidup.
Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger atau sampah dapur merupakan timbunan fosil yang tingginya bisa mencapai 7 meter dan berupa sampah dapur berupa tempurung siput ataupun kulit kerang.
Istilah kjokkenmoddinger sendiri merupakan serapan dari bahasa Denmark yaitu kjokken bermakna dapur dan modding yang artinya sampah.
Penemuan hasil budaya ini menjadi bukti bahwa manusia di zaman mesolitikum sudah mulai hidup menetap dan tak lagi berpindah-pindah. Fosil-fosil kulit kerang dan siput di tepi pantai menjadi bukti yang cukup kuat.
Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di sepanjang timur pantai Sumatera tepatnya pesisir Langsa hingga Medan.
Selain itu, ditemukan pula kapak genggam pada fosil Kjokkenmoddinger, dimana kapak tersebut mempunyai tampilan yang berbeda dengan tampilan pada era Paleolitikum.
Penemuan ini dilakukan oleh dr. PV Van Stein Callenfels tahun 1925 silam ketika sedang meneliti manusia-manusia purba di Indonesia.
Abris Sous Roche
Abris Sous Roche merupakan peninggalan era mesolitikum yang berupa gua dari cerukan batu karang.
Tempat digunakan sebagai rumah atau tempat tinggal manusia mesolitikum untuk menetap dan berlindung dari elemen-elemen alam serta pemangsa.
Pada 1928 hingga 1932 Dr. Van Stein Callenfels menemukan Abris Sous Roche untuk pertama kalinya di Lawa. Di dalam tempat tersebut banyak ditemukan benda atau alat-alat bersejarah yang diduga digunakan oleh masyarakat zaman mesolitikum.
Kebudayaan Toala
Berbeda dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh, pada kebudayaan Toala para mayat yang meninggal dikubur dalam gua hingga seluruh tulangnya mengering.
Setelah tulang tersebut mengering kemudian akan diserahkan ke pihak keluarga bersangkutan untuk kenang-kenangan. Uniknya, para perempuan menggunakan tulang tersebut untuk perhiasan seperti kalung.
Beberapa peninggalan kebudayaan Toala didominasi oleh peralatan yang terbuat dari batu.
Hal tersebut membuktikan bahwa manusia di era tersebut juga masih menjaga dan menerapkan cara bertahan para pendahulunya. Adapun peninggalannya berupa jaspis, kapur, kalsedon, obsidian serta sejenis batu yang mirip dengan batu api asal Eropa.
Kebudayaan Tulang dari Sampung
Peninggalan selanjutnya yaitu Sampung Bone Culture atau bisa disebut juga dengan tulang dari sampung.
Para arkeolog dan ahli sejarah banyak menemukan peralatan yang sebagian besar berasal dari tulang belulang di daerah Sampung. Oleh karena itu, penemuan tersebut disebut dengan Sampung Bone Culture.
Di zaman mesolitikum dapat dikatakan bahwa terdapat banyak kemajuan baik dari kebudayaan dan kehidupannya.
Di samping itu, dengan adanya peninggalan-peninggalan bersejarah membuktikan bahwa kehidupan era mesolitikum telah berkembang dengan baik.