Zaman Perunggu: Pengertian, Sejarah, Ciri, dan Peninggalannya

Zaman perunggu merupakan periode dimana manusia sudah memahami cara untuk mengolah bijih-bijih perunggu untuk dilebur dan dicetak menjadi alat-alat sehari-hari.

Oleh karena itu, sebagian besar peralatan yang ada dibuat menggunakan bahan dasar perunggu.

Fase ini merupakan periode pertama dari zaman logam, sebelum zaman besi. Periode ini juga termasuk kedalam zaman megalitikum dan terjadi setelah zaman neolitikum.

Pengertian Zaman Perunggu

Zaman perunggu merupakan periode pertama dari 2 periode yang ada pada zaman logam di Indonesia. Periode ini terjadi sekitar 2800 tahun sebelum masehi.

Dimulainya masa ini ditandai dengan adanya fusi antara tembaga dan timah menjadi bahan perunggu.

Pada zaman inilah, dimulai adanya peradaban serta munculnya divisi sosial dalam masyarakat.

Muncul pula kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki keterampilan khusus dan berfokus pada pengolahan logam-logam. Kelompok inilah yang menjadi cikal bakal pengrajin logam.

Keberadaan kelompok masyarakat ini merupakan hasil dari kehidupan yang sudah menjadi sedenter menetap di rumah-rumah permanen.

Adanya kelompok-kelompok dengan keterampilan khusus ini merupakan salah satu alasan mengapa zaman logam dan zaman perunggu secara spesifik masuk kedalam masa perundagian.

Sejarah Zaman Perunggu

Diyakini bahwa mayoritas kebudayaan logam di Indonesia berasal dari manusia-manusia purba Deutro Melayu yang tergabung dalam kebudayaan Dongson.

Kebudayaan ini berasal dari daerah lembah Song Hong, yaitu sebuah wilayah di dekat teluk Tonkin, Vietnam.

Wilayah ini merupakan pusat kebudayaan logam di Asia Tenggara, sehingga tidak heran jika kebudayaan logam di Indonesia sangat dipengaruhi oleh daerah ini.

Peninggalan kebudayaan pada zaman perunggu di Indonesia ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya Jawa, Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Sumatera.

Waktu persebaran kebudayaan ini bersamaan dengan waktu perpindahan ras Papua Melanosoid yang melalui jalur timur dan barat memakai kapal bercadik.

Pada awalnya ras tersebut tinggal di sekitar pantai yang ada di sebelah timur Pulau Jawa dan Sumatera, akan tetapi ketika memasuki zaman Mesolitikum masyarakat ras tersebut terdesak dengan keberadaan ras Deutro Melayu.

Kebudayaan proto melayu dan Bacson Hoabinh yang masih mengandalkan alat-alat batu semakin terdesak dengan munculnya Deutro Melayu dari Dongson yang membawa teknologi pengolahan perunggu canggih.

Hal inilah yang menyebabkan mereka terpaksa pergi menuju ke daerah Indonesia Timur. Mereka kemudian menetap di daerah bukit kerang dan gua-gua.

Ciri-Ciri Zaman Perunggu

Zaman perunggu memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan zaman batu ataupun zaman besi. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah

  • Pemahaman Teknik Pengolahan Perunggu
  • Sudah Mengenal Status Sosial
  • Terdapat Ritual Pemakaman
  • Kegiatan Ekonomi yang Maju
  • Banyak Muncul Kerajinan Tangan

Agar kalian lebih paham, dibawah ini akan dijelaskan secara lebih lanjut mengenai ciri-ciri yang sudah disebutkan diatas

Pemahaman Teknik Pengolahan Perunggu

Senada dengan namanya, manusia pada zaman ini sudah memahami dengan baik cara untuk membuat perunggu, melelehkannya, serta mencetaknya menjadi alat-alat sehari-hari.

Pemahaman mengenai teknik pengolahan perunggu ini berasal dari manusia-manusia deutro melayu yang datang dari daerah Song Hong di Vietnam.

Sekarang, mereka kita kenal sebagai manusia yang berasal dari kebudayaan Dongson.

Munculnya kelompok-kelompok dengan keterampilan khusus ini diduga disebabkan oleh gaya hidup manusia yang mulai bersifat sedenter sehingga tidak semua orang harus berburu.

Oleh karena itu, terdapat kelompok-kelompok yang mampu berfokus pada teknik pengolahan alat-alat, sehingga akhirnya mampu mengolah logam.

Pada zaman ini, terdapat 2 metode utama untuk memproduksi alat-alat dari perunggu yaitu teknik A Cire Perdue dan Bivalve.

Kedua metode tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, penggunaannya sangat bergantung pada situasi dan kebutuhan dari para pengrajin.

Munculnya Status Sosial dalam Masyarakat

Status sosial dan kasta sudah mulai terbentuk semenjak zaman neolitikum akhir dan semakin diperkuat dengan adanya kelompok-kelompok yang mampu menempa logam.

Mereka kerap dianggap berstatus lebih tinggi di masyarakat karena jasa dan ilmunya sangat dibutuhkan.

Ketika seseorang mampu menghasilkan kerajinan berbahan perunggu dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan yang lain, maka dirinya juga memiliki derajat yang tinggi di masyarakat.

Selain itu, berbagai jenis kerajinan yang dihasilkan masyarakat menggunakan bahan perunggu menyebabkan timbulnya perbedaan status sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Semakin banyak perhiasan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula status sosial dari individu tersebut.

Hal inilah yang nantinya akan mendorong spesialisasi pekerjaan, sehingga ada pengrajin yang senantiasa mengembangkan tekniknya, hingga mampu menempa besi pada zaman besi.

Adanya Ritual Pemakaman

Di zaman perunggu, terdapat sebuah kepercayaan untuk melakukan pemujaan terhadap orang yang sudah meninggal maupun mengadakan ritual pemakaman. Kuburan dan proses penguburan disiapkan secara kolektif.

Pada masa itu, rata-rata manusia hidup selama 30 tahun. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan angka harapan hidup manusia pada zaman modern.

Adapun ritual pemakaman tersebut dibedakan pada 3 fase pada zaman perunggu.

Pada fase perunggu antik, proses penguburan dilakukan secara bersama-sama tanpa memberikan identitas pada setiap jenazah. Kuburan tersebut letaknya tersebar, akan tetapi paling banyak ada di sekitar sungai.

Ketika memasuki fase perunggu sedang, kuburan sudah diletakkan di tempat khusus, bentuknya sudah berupa tumuli, dan letaknya pun jauh dari lokasi pantai.

Sedangkan di era perunggu akhir, penguburan sudah beralih menjadi teknik kremasi.

Kehidupan Ekonomi Semakin Modern

Kegiatan ekonomi di masa ini ditopang dengan adanya sentra produksi batu dan logam, lumbung penyimpanan, serta aktivitas perdagangan yang meningkat pesat.

Peningkatan pendapatan ini disebabkan dikarenakan manusia sudah mulai memanfaatkan tenaga binatang seperti kerbau dan kuda sebagai alat transportasi.

Hewan-hewan ini sangat memudahkan manusia dalam menempuh perjalanan jauh ketika akan melakukan perdagangan.

Kuda tersebut berfungsi sebagai penarik gerobak, di mana gerobak tersebut berisi barang-barang yang akan diperdagangkan kepada masyarakat luas.

Di fase ini, perdagangan gelas dan garam juga sudah mulai bermunculan, di samping kerajinan perunggu yang cukup bervariasi.

Oleh karena itu, muncul pula kelompok sosial tertentu yaitu sebagai pedagang barang baik di dalam komunitas, antar komunitas, hingga antar wilayah.

Banyak Dibuat Kerajinan Tangan

Di zaman perunggu, bermunculan banyak pengrajin. Bahkan keberadaannya cukup dianggap penting di masyarakat.

Itulah mengapa pada periode ini bermunculan banyak sekali kerajinan, perhiasan dan muncul pula pola dekorasi yang unik pada berbagai peralatan.

Beberapa kerajinan tangan yang cukup menarik dan kerap ditemukan oleh arkeolog antara lain adalah kendi, mangkuk, gelas, pot, maupun perkakas rumahan yang lain.

Peninggalan Zaman Perunggu

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, kehidupan sosial dan ekonomi manusia pada zaman perunggu ini sudah sangat maju. Oleh karena itu, tidak heran jika mereka memiliki peninggalan-peninggalan yang menarik pula.

Berikut ini adalah beberapa peninggalan zaman perunggu yang kerap ditemukan oleh para arkeolog

  • Bejana Perunggu
  • Nekara
  • Candrasa
  • Moko
  • Kapak Corong
  • Arca Perunggu

Agar kalian lebih paham, akan dijelaskan secara lebih rinci artefak-artefak tersebut dibawah ini

Bejana Perunggu

Bejana Perunggu

Bentuk dari bejana perunggu ini hampir mirip dengan periuk, hanya saja lebih pipih dan langsing.

Dari bejana yang ditemukan di berbagai tempat yang berbeda di Indonesia, ternyata dekorasi yang digunakan masih relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kemiripan kebudayaan dan selera seni dekorasi.

Hiasan yang digunakan pada bejana tampak begitu indah karena memang didesain sebagai ornamen penghias. Gambar yang digunakan umumnya adalah berbagai bentuk geometri serta berupa pilinan yang tampak seperti huruf J.

Di wilayah Indonesia, peninggalan zaman perunggu ini berhasil ditemukan pada sekitar Danau Kerinci yang ada di Sumatera dan di wilayah Madura.

Baca Juga :  Isi Perjanjian Tuntang : Sejarah, Latar Belakang, Penyebab dan Dampak Perjanjian Tuntang

Nekara

Pada zaman perunggu, nekara digunakan dalam upacara ritual keagamaan, yakni sebagai genderang dengan ukuran yang cukup besar. Beberapa upacara yang kerap menggunakan alat ini yaitu, upacara pemanggilan hujan, upacara kematian, serta jenis upacara yang lain.

Bentuk genderang ini terdapat penyempitan pada bagian pinggangnya. Perlu diketahui bahwa nekara yang memiliki ukuran yang paling besar berada di Pulau Bali. Nekara tersebut diberi nama The Moon of Pejeng.

Candrasa

Candrasa

Candarasa menjadi salah satu peninggalan dari zaman perunggu. Benda ini merupakan sejenis kapak yang bentuknya hampir mirip dengan senjata.

Namun demikian, benda tidak cocok digunakan sebagai alat pertanian maupun alat peperangan. Hal ini disebabkan karena alat tersebut tidak cukup kokoh dan kuat.

Peninggalan ini di Indonesia ditemukan di wilayah Bandung. Para peneliti memperkirakan bahwa alat ini dipakai dalam kegiatan upacara yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu.

Moko

Moko (drum) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Moko merupakan sebuah benda yang bentuknya juga hampir sama dengan nekara, hanya saja ukuran moko lebih kecil daripada nekara.

Pada zaman perunggu, benda ini difungsikan menjadi salah satu benda pusaka yang biasa dimiliki seorang kepala suku. Benda ini pada masa itu juga selalu diwariskan keturunan laki-laki seorang kepala suku.

Tak hanya itu, moko juga digunakan sebagai mas kawin ketika akan menikahi seorang perempuan. Di Indonesia benda banyak ditemukan di wilayah sekitar Pulau Alor dan Pulau Flores, tepatnya di daerah Manggarai.

Kapak Corong

Kapak corong

Kapak corong juga memiliki nama lain, yaitu kapak sepatu. Disebut kapak corong, karena memang bentuknya menyerupai corong.

Biasanya kapak ini digunakan dalam upacara adat dan merupakan sebuah alat kebesaran pada masa itu. Benda ini ditemukan di daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Pulau Bali.

Arca Perunggu

Arca perunggu

Benda ini memiliki bentuk yang cukup beragam, yang jika dikelompokkan terdapat dua bentuk yakni hewan dan manusia.

Ukuran arca perunggu ini juga sangat bervariasi, ada yang besar seperti manusia, ada pula yang kecil dan memiliki cincin di bagian atas arca.

Cincin itulah yang digunakan untuk arca, ketika benda ini dimanfaatkan menjadi liontin. Benda ini ditemukan di Palembang, Limbangan, dan Bangkinang.

Di zaman perunggu sudah banyak ditemukan berbagai jenis teknik untuk membuat berbagai alat, baik berupa kerajinan maupun benda fungsional.

Hal tersebut terlihat dari peninggalan yang ditemukan oleh para peneliti yang menyimpulkan bahwa benda yang mereka temukan berasal dari periode ini.