Pengertian Hadis – Sunnah, Khabar, Atsar, Sejarah, Struktur, Klasifikasi, Penulisan, Contoh

Pengertian Hadis – Sunnah, Khabar, Atsar, Sejarah, Struktur, Klasifikasi, Penulisan, Contoh : Hadis adalah kata, bertindak, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang digunakan sebagai dasar hukum Islam .


The hadith

Pengertian Hadis

Hadis adalah kata, bertindak, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang digunakan sebagai dasar hukum Islam . Hadis digunakan sebagai sumber hukum Islam di samping al-Qur’an, hadits posisi dalam hal ini adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Rincian posisi adalah sebagai berikut:


  1. Al-Qur’an
  2. Hadits
  3. Ijtihad: Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (menetapkan suatu hukum atas perkara baru yang belum ada pada masa Nabi Muhammad hidup).

Pengertian Sunnah 

Sunnah menurut bahasa adalah cara atau jalan yang biasa ditempuh, baik terpuji maupun tercela. Sedangkan sunnah menurut istilah, ada beberapa perpedaan pendapat antara lain:


  • Sunnah menurut istilah para ahli hadits:

Setiap sesuatu yang diriwayatkan dari Rosul SAW dari perkataan, perbuatan dan penetapan, sifat atau perjalanan nabi baik sebelum atau sesudah diutus menjadi Rosul. Dalam definisi ini sunnah adalah sinonim dari hadits.


  • Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih

Setiap sesuatu yang bersumber dari nabi SAW selain Al- Qur’an, dari perkataan, perbuatan, penetapan yang biasa dijadikan dalil dalam hokum syar’i.


  • Sunnah menurut istilah ahli fiqih

Setiap sesuatu yang ditetapkan dari nabi SAW yang bukan merupakan bab fardlu atau wajib.


Pengertian Khabar 

Menurut bahasa, khabar artinya warta atau berita yang disampaikan dari seseorang ke orang lain. Khabar menurut istilah ahli hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari nabi SAW atau dari yang selain nabi SAW. Karena itu khabar dikatakan lebih umum dari hadits. Dan khabar lebih patut dijadikan sinonimnya hadits dari pada sunnah.


Karena itu, sebagian ulama’ berpendapat bahwa khabar itu mencakup segala sesuatu yang datang dari selain nabi SAW, sedangkan hadits khusus untuk segala sesuatu yang berasal dari nabi SAW.


Pengertian Atsar

Menurut bahasa, atsar artinya bekas atau sisa sesuatu. Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat, antara lain:


  1. Atsar adalah sinonim dari khabar sunnah dan hadits.
  2. Atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada salaf dari sahabat dan tabi’in.
  3. Atsar adalah al marfu’ ( hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah ), al mauquf ( hadits yang sanadnya hanya sampai kepada sahabat dan tabi’in ).
  4. Atsar adalah hadits mauquf ( ini merupakan pendapat ahli fiqih khurasan ).

Sejarah Pembinaan dan Penghimpunan Hadist

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bi Abdul Azis yakni tahun 99 Hijriyah datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadits, Maka pada tahun 100 H Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkan kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm supaya membukukan hadits-hadits Nabi yang terdapat pada para penghafal.


Struktur hadits

Dalam struktur hadits terdiri dari dua komponen utama, yaitu sanad / isnad (rantai penutur) dan kehormatan (editorial).

Contoh: Informasi Musaddad mengatakan seperti dilansir Syu’bah Yahya, dari Qatada dari Anas dari Nabi bahwa ia berkata: “iman yang sempurna ada seseorang di Anda bahwa ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia mencintai untuk dirinya sendiri” (hadits diriwayatkan oleh Bukhari).


Sanad

Sanad adalah rantai speaker / narator (perawi) hadits. Rawi adalah orang memberikan hadits (dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu’bah, Qatada dan Anas). Sanad hadits awal adalah orang yang merekamnya dalam bukunya (kitab hadits); Orang ini disebut mudawwin atau mukharrij.


Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur / perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya; Lapisan dalam disebut thabaqah sanad. Signifikansi sanad dan jumlah penutur di setiap sanad thabaqah akan menentukan tingkat Hadis, ini dijelaskan lebih lanjut dalam klasifikasi hadits.


Jadi yang perlu diamati untuk memahami tradisi yang terkait dengan sanadnya adalah:

  • Keutuhan sanadnya
  • Jumlahnya
  • Perawi akhirnya

Matan

Terkait dengan hormat atau editor, maka yang perlu dipertimbangkan dalam memahami hadits:


  • Akhir dari rantai penularan sebagai editor sumber, apakah penyebab Nabi Muhammad,
  • Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan lainnya, hadits sanadnya lebih kuat (jika ada untuk melemahkan atau memperkuat) dan kemudian dengan sebuah ayat dalam Al-Qur’an (jika ada yang bertentangan).

Pengertian Hadis

Klasifikasi Hadits

Hadis dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria awal akhir rantai penularan, integritas rantai rantai penularan, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadits (hadits diterima atau tidak bersangkutan).


Berdasarkan Ujung Sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’:


  • Hadits marfu’

    adalah hadits yang sanadnya dipimpin langsung kepada Nabi Muhammad (contoh: hadits di atas)


  •  Hadits Mauquf 

    adalah hadits yang sahabat Nabi sanadnya terhenti tanpa tanda-tanda baik kata-kata atau perbuatan yang menunjukkan tingkat marfu ‘. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (warisan hukum) mengatakan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”.


    Pernyataan dalam contoh tidak jelas, apakah berasal dari sahabat Nabi atau hanya pendapat. Namun, jika teman-teman menggunakan frase seperti “Kami diperintahkan ..”, “Kami tidak diperbolehkan untuk …”, “Kami terbiasa … jika itu dengan Nabi,” Hadis tingkat tidak lagi setara untuk mauquf tapi marfu ‘.


  • Hadis Maqthu

    adalah hadits yang sanadnya menyebabkan tabi’in (pengganti) atau sebawahnya. Contohnya adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan validitas bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, jadi hati-hati di mana Anda mengambil agamamu”.


Keaslian hadits yang terbagi dalam kelompok-kelompok ini tergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad atau speaker. Namun, klasifikasi ini masih sangat penting untuk diingat klasifikasi ini untuk membedakan kata-kata dan tindakan teman-teman perkataan Nabi Muhammad dan tabi’in mana sangat membantu dalam bidang konstruksi di fiqh (Suhaib Hasan, Hadis Ilmu).


Berdasarkan Keutuhan Rantai/ Lapisan Sanad

Klasifikasi ini didasarkan pada hadits ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu Musnad, Mursal, munqathi ‘, Mu’allaqa, Mu’dlal dan Mudallas. Keutuhan berarti rantai sanad adalah setiap speaker di semua tingkatan adalah mungkin dalam waktu dan kondisi untuk mendengar dari speaker di atasnya.


Ilustrasi sanad: Pencatat hadits > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 (tabi’ut tabi’in) > Penutur 2 (tabi’in) > Penutur 1 (para shahabi) > Rasulullah


  1. Hadits Musnad

    Sebuah hadis yang relatif Musnad jika urutan hadits dimiliki sanad tidak terganggu di bagian-bagian tertentu. Urutan speaker memungkinkan pengiriman hadits berdasarkan waktu dan kondisi, perawi yang diyakini telah bertemu dan menyampaikan hadits. Hadits ini juga disebut muttashilus sanad atau maushul.


  2. Hadits Mursal

    ketika speaker 1 tidak ditemukan atau dengan kata lain tabi’in langsung atribut kepada Nabi Muhammad (contoh: tabi’in (speaker 2) mengatakan “Rasulullah berkata …” teman tidak jelas yang mengatakan kepadanya).


  3. Hadits Munqathi’

    ketika sanad pecah di salah satu pembicara, atau dua speaker yang tidak berturut-turut, selain Shahabi.


  4. Hadits Mu’dlal

    ketika sanad terputus  berturut-turut pada dua generasi.


  5. Hadits Mu’allaq

    ketika sanad terputus speaker speaker 5-1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: “Sebuah hadits mengatakan registrar, telah mencapai bahwa Nabi berkata ….” tidak ada rantai yang jelas tentang penghubung antara Rosulullah.


  6. Hadits Mudallas

    ketika salah satu rawimengatakan “..si A mengatakan ..” atau “Ini hadits A ..” tanpa kejelasan “..kepada saya ..”; yang tidak secara tegas menunjukkan bahwa tradisi itu disampaikan kepadanya secara langsung. Ini bisa menjadi di antara mereka dengan rawi tidak ada narator lain tidak diketahui, yang tidak disebutkan dalam sanad tersebut.


    Hadits ini juga disebut cacat tersembunyi karena hadits yang diriwayatkan melalui rantai penularan yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacat, padahal sebenarnya ada, atau kelemahan sanadnya hadits ditutup-tutupi.


Berdasarkan Jumlah Penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur di setiap rantai tingkat transmisi, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits. Berdasarkan klasifikasi ini dibagi atas hadits hadits hadits mutawatir dan Munday.


  • Hadis Mutawatir

    adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa rantai dan tidak ada kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta sepanjang itu. Jadi mutawatir hadits memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur di setiap lapisan generasi (thaqabah) skor.


  • Para ulama

    berbeda pada hadits mutawatir jumlah minimum sanad (set parsial 20 dan 40 orang di setiap lapisan sanad). Hadits mutawatir itu sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yaitu mutawatir lafzhy (lafaz editorial yang sama dalam semua sejarah) dan ma’nawy (editorial ada perbedaan, tapi arti yang sama di setiap sejarah)


  •  Hadis Ahad

    hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkat mutawatir.


  • Hadis Munday

    kemudian dibagi menjadi tiga jenis, antara lain: Gharib, Aziz, Masyhur.


Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits

Tingkat kategorisasi keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan kesimpulan pada derajat penerimaan atau penolakan dari hadits. Dalam hadis dalam klasifikasi ini dibagi menjadi empat tingkat yaitu shahih, hasan, dla’if dan maudlu ‘.


  •  Hadis Sahih

    yang merupakan level tertinggi penerimaan pada sebuah hadits.


  • Hadis Hasan

    ketika sanadnya hadits terus, tapi ada sedikit kelemahan dalam narator (-rawi) itu; misalnya memori yang berhubungan dengan narator adil tetapi tidak sempurna. Tapi tidak matannya syadz atau cacat.


  • Hadis diragukan (lemah)

    hadits tidak sanadnya diikuti (menjadi mauquf hadits, maqthu ‘, mursal, Mu’allaqa, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak adil atau memori yang kuat, atau mengandung penyimpangan atau cacat .


  • Hadis Maudlu

    jika hadis diduga palsu atau buatan karena dalam sanadnya menemukan speaker rantai dikenal sebagai pembohong.


  • Hadits Qudsi
Baca Juga :  Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli

Hadis Qudsi hadits Nabi Muhammad adalah firman Allah secara langsung. Makna hadits ini adalah dari Allah, tetapi-berbeda dengan Alquran–, kata-kata adalah kata-kata Nabi. Hadis Qudsi ini, sebagian, kemudian diserahkan kepada teman-teman dari Rasul tertentu. Oleh karena itu, validitas hadits hadits Qudsi yang mirip dengan yang lain, dan diukur dengan cara yang sama terlalu di atas.


Penulisan Hadits

Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam semuanya sependapat menetapkan bahwa AI-Quranul Karim memperoleh perhatian yang penuh dari Rasul dan para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabatnya untuk menghapalkan AI-Quran dan menuliskannya di tempat-tempat tertentu, seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, di batu-batu, dan sebagainya.


Ketika Rasulullah SAW. wafat, Al-Quran telah dihapalkan dengan sempurna oleh para sahabat. Selain itu, ayat-ayat suci AI-Quran seluruhnya telah lengkap ditulis, hanya saja belum terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf. Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang memperoleh perhatian seperti halnya Al-Quran.


Penulisan hadis dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi, karena tidak diperintahkan oleh Rasul sebagaimana ia memerintahkan mereka untuk menulis AI-Quran. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki catatan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka mencatat sebagian hadis-hadis yang pernah mereka dengar dari Rasulullah SA W.


Diantara sahabat-sahabat Rasulullah yang mempunyai catatan-catatan hadis Rasulullah adalah Abdullah bin Amr bin AS yang menulis, sahifah-sahifah yang dinamai As-Sadiqah. Sebagian sahabat menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Abdullah itu Mereka beralasan bahwa Rasulullah telah bersabda.


Artinya:
“Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku selain Al- Quran. Dan barang siapa yang lelah menulis sesuatu dariku selain Al- Quran, hendaklah dihapuskan. ” (HR. Muslim)
Dan mereka berkata kepadanya, “Kamu selalu menulis apa yang kamu dengar dari Nabi, padahal beliau kadang-kadang dalam keadaan marah, lalu beliau menuturkan sesuatu yang tidak dijadikan syariat umum.” Mendengar ucapan mereka itu, Abdullah bertanya kepada Rasulullah SAW. mengenai hal tersebut. Rasulullah kemudian bersabda:


Artinya:

“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku di tangannya. tidak keluar dari mulutku. selain kebenaran “.


Menurut suatu riwayat, diterangkan bahwa Ali mempunyai sebuah sahifah dan Anas bin Malik mempunyai sebuah buku catatan. Abu Hurairah menyatakan: “Tidak ada dari seorang sahabat Nabi yang lebih banyak (lebih mengetahui) hadis Rasulullah daripadaku, selain Abdullah bin Amr bin As. Dia menuliskan apa yang dia dengar, sedangkan aku tidak menulisnya”. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa larangan menulis hadis dinasakh (dimansukh) dengan hadis yang memberi izin yang datang kemudian.


Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa Rasulullah tidak menghalangi usaha para sahabat menulis hadis secara tidak resmi. Mereka memahami hadis Rasulullah SAW. di atas bahwa larangan Nabi menulis hadis adalah ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan akan mencampuradukan hadis dengan AI-Quran Sedangkan izin hanya diberikan kepada mereka yang tidak dikhawatirkan mencampuradukan hadis dengan Al-Quran.


Oleh karena itu, setelah Al-Quran ditulis dengan sempurna dan telah lengkap pula turunannya, maka tidak ada Jarangan untuk menulis hadis. Tegasnya antara dua hadis Rasulullah di atas tidak ada pertentangan manakala kita memahami bahwa larangan itu hanya berlaku untuk orang-orang tertentu yang dikhawatirkan mencampurkan AI-Quran dengan hadis, dan mereka yang mempunyai ingatan/kuat hapalannya. Dan izin menulis hadis diberikan kepada mereka yang hanya menulis sunah untuk diri sendiri, dan mereka yang tidak kuat ingatan/hapalannya