Pithecanthropus Erectus: Pengertian, Sejarah, dan Cirinya

Pithecanthropus Erectus adalah salah satu manusia purba yang hidup pada masa lalu. Sejarah perkembangan peradaban manusia di Indonesia tidak luput dari beberapa perubahan gaya hidup dari nenek moyang kita yang hidup secara nomaden hingga yang mulai hidup menetap.

Berbicara tentang hal tersebut, tentu akan berhubungan dengan pembahasan manusia prasejarah yang hidup di Bumi pada ribuan bahkan jutaan tahun lalu. Pada artikel kali ini, kita akan membahas secara lebih lanjut mengenai Pithecanthropus Erectus, salah satu manusia purba yang sangat penting bagi kebudayaan manusia modern.

Pengertian Pithecanthropus Erectus

Pemberian nama ini Pithecanthropus Erectus didasarkan pada bentuk fisik dari manusia purba ini. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Pithecos yang memiliki arti Kera, Anthropus yang berarti Manusia, serta erectus yaitu tegak. Secara maknawi bisa disimpulkan bahwamanusia purba jenis ini memiliki tubuh seperti kera namun berjalan dengan tegak.

Pithecanthropus Erectus merupakan nama yang dibuat oleh seorang Paleontology asal Belanda bernama Eguene Dubois. Berdasarkan hasil temuannya, diperkirakan telah hidup kurang lebih sekitar 500 ribu atau bahkan mencapai satu juta tahun lalu.

Manusia purba ini ditemukan di Lembah Sungai Bengawan Solo daerah Trinil pada sekitaran tahun 1891 dengan bentuk potongan fosil tulang, rahang, paha kiri, tengkorak atas, rahang, dan juga dua graham. Pithecanthropus Erectus diduga oleh para ahli hidup pada zaman batu tua atau zaman paleolitikum.

Pola Hidup Pithecanthropus Erectus

Sebagai salah satu manusia purba yang masih awal, Pithecanthropus Erectus menjalani kehidupan secara nomaden atau bisa dikatakan berpindah-pindah dan tidak menetap di satu wilayah dalam kurun waktu yang lama. Salah satu tempat tinggal mereka sementara adalah gua-gua yang kita kenal sebagai abris sous roche.

Selain itu, mereka juga sering menetap lama di daerah-daerah yang dekat dengan sumber air. Selain karena semua manusia membutuhkan air, ternyata hewan-hewan buruan mereka juga banyak ditemukan di dekat sumber air. Berburu hewan dan mengambil makanan dari alam adalah cara utama untuk bertahan hidup. Oleh karena itulah banyak ditemukan peninggalan berupa kapak gengam, alat penetak, batu penggiling, hingga kapak perimbas.

Kehidupan pada zaman tersebut belum mengenal tulisan dan kesenian sederhana. Manusia hanya mengenal mengolah makanan dan mencari tempat berteduh. Oleh karena itu, periode hidup dari manusia purba ini kerap disebut sebagai zaman pra aksara, atau zaman sebelum sejarah.

Seiring dengan berjalannya waktu, manusia purba ini mulai hidup menetap di suatu tempat dan mulai mengenal cocok tanam serta peternakan sederhana. Kemajuan pesat ini disebabkan oleh kapasitas otak Pithecanthropus Erectus yang cukup besar, sehingga daya kreasinya juga tinggi.

Sejarah Pithecanthropus Erectus

Sejarah awal dari penemuan homo sapiens jenis ini bermula saat seorang bernama Eugene Dubois pada tahun 1887 ditugaskan sebagai tenaga medis datang ke Indonesia. Pada Mulanya Eugene melakukan penggalian pada beberapa gua yang ada di daerah Sumatera, namun tidak mendapatkan hasil. Akhirnya, memilih untuk mencari ke tempat lain dan berlabuh di Pulau Jawa.

Kedatangannya merupakan respon atas informasi mengenai penemuan fosil yang ditemukan di sekitaran wilayah Tulungagung yang dikenal dengan sebutan Wajakensis ditemukan oleh D.B Van Rietsholthen. Peristiwa tersebut memacu niatnya untuk terus menggali dan mencari kemungkinan penemuan jejak peradaban prasejarah di daerah Jawa.

Penggalian pertamanya kemudian dilakukan di Desa Kedungbrubus dan tidak mendapatkan hasil. Tidak putus asa, dilanjutkan menuju ke Trinil, di sekitaran lembah Sungai Bengawan Solo akhirnya pencariannya mendapatkan hasil. Potongan tubuh berupa gigi (Tr-1), dan juga tempurung Kepala didapatkannya pada tahun 1981 yang diberi label Tr-2. Pada tahun berikutnya ditemukan pecahan lainnya berupa tulang paha atau Tr-3 sebagai pelengkap.

Pengamatan dan pencocokan antara kepala yang ditemukan dengan bentuk morfologi kepala sapiens modern. Setelah itu ditemukan sebuah perbedaan yang jelas pada Pithecanthropus Erectus. Bentuk dari tempurung Pithecanthropus Erectus diyakininya sebagai sebuah keunikan yang merupakan hasil percampuran bentuk yang dimiliki oleh Kera besar.

Keadaan ini menjadikannya ingat akan satu hal yang perlu dicari kembali dan masih belum lengkap. Terus mencari dan mencari hubungan yang bisa menyatukan bukti yang didapatkan dengan keadaan fisik orang saat ini. Disimpulkan bahwa makhluk yang ditemukan ini telah memiliki kemampuan berjalan yang menyerupai kebanyakan orang pada masa modern.

Sedangkan, Koenigwald menyatakan bahwa jenis ini sedikit berbeda atau bisa dikatakan primitif. Pada akhirnya diberikan sebuah nama Pithecanthropus Erectus. Banyak babak kehidupan yang telah dilalui, mulai dari nomaden hingga menetap, kemudian berburu lalu bercocok tanam. Keraguan masih banyak terjadi di kalangan masyarakat mengenai keberadaan dalam sejarahnya.

Namun, jejak-jejak kehidupan prasejarah telah menunjukkan sebuah kebenaran akan keberadannya. Setalah penemuan ini, banyak ilmuwan yang kemudian termotivasi untuk mencari di tempat lainnya. Seperti yang dilakukan oleh Van Koenigswald pada tahun 1939 di Mojokerto.

Penelitian-penelitian ini kemudian mendapatkan hasil berupa fosil Pithecanthroupus Mojeketensis. Diperkirakan masih berusia 6 tahun saat ditemukan. Namun, sayangnya keadaan kerangkanya hancur saat proses penggalian.

Upaya pencarian lain juga akhirnya bermunculan merespon keberhasilan sebelumnya. Mulai dari wilayah Flores Nusa Tenggara Timur yang bernama Homo Florensiensis dengan perkiraan usia 12 tahun. Juga Windenreich yang mendapati penemuannya di daerah Mojokerto juga.

Ciri-Ciri Pithecanthropus Erectus

Setiap golongan memiliki perbedaan yang unik dan khas. Ketidaksamaan ini menunjukkan sebuah perkembangan pola fikir dan peradaban kehidupan pada masa itu hingga menuju hari ini. Cara berfikir hingga bentuk fisik yang menonjol adalah pembeda yang dengan jelas terlihat. Tempat ditemukan juga mempengaruhi usia bahkan kebiasaannya pada masanya.

Pithecanthropus Erectus memiliki ciri-ciri umum yang sangat mendekati manusia modern. Berikut ini adalah ciri-ciri fisik dari Pithecanthropus Erectus yang ditemukan

  • Volume otak 750cc hingga 1350 cc
  • Tinggi badannya kurang lebih 165 cm sampai dengan 180 cm
  • Berat badannya mencapai 100 kilogram
  • Tubuh yang tegap dan tegak.
  • Mempunyai otot leher yang kuat dan besar
  • Tulang belakang menonjol tajam
  • Gigi graham yang besar
  • Pipi tebal
  • Rahang bawah yang kokoh
  • Dahinya terlihat menonjol
  • Penyempitan pada orbit mata yang terlihat jelas

Pithecanthropus Erectus memiliki volume otak yang cukup besar dengan badan yang tinggi dan sudah berdiri tegak. Tegaknya badan ini ditopang oleh tulang belakang yang kuat dan menonjol, serta otot leher yang kuat dan besar.

Gigi graham yang besar membuatnya mudah untuk memakan makanan yang masih kasar. Selain itu, alat pengunyah tersebut dibalut dengan pipi tebal juga rahang bawah yang kokoh.

Masa otaknya yang cukup besar membuat dahinya terlihat masih menonjol. Kondisi yang ditemukan di fossil juga menunjukkan bahwa otak belum berkembang karena penyempitan pada orbit mata yang terlihat jelas.

Berdasarkan sumber sejarah, Pithecanthropus Erectus memiliki kesamaan dengan 3 manusia purba lain dari tempat yang berbeda. Pengelompokan yang dilakukan oleh ahli sejarah diantaranya Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Soloensis, dan juga Pithecanthropus Robustus.

Pemberian nama dari ketiganya didasarkan pada lokasi penemuan fosilnya yaitu di daerah Mojokerto, Solo, dan Sangiran. Jika didasarkan pada sisi taksonomi, manusia purba ini tergolong dalam family dari hominiadae yang ada bersama dengan Homo Sapiens dan keluarga super family besar dan kecil.

Sedangkan dalam segi filogeninya banyak yang berpendapat bahwa jenis ini merupakan nenek moyang manusia purba berasal dari Afrika dan Eropa. Perlu diketahui juga bahwasannya Pithecanthropus Erectus merupakan nama lain dari homo erectus.

Berdasarkan buku Sejarah Nasional Indonesia karya M.Juanedi Al Anshori, menjadi fosil homo sapiens pertama yang ditemukan di Indonesia dan sudah memiliki karakteristik yang mirip dengan manusia modern.

Peninggalan Kebudayaan Pithecanthropus Erectus

Sebagai salah satu manusia purba yang hidup pada zaman batu tua, pithecanthropus erectus memiliki peninggalan yang didominasi oleh alat-alat dari batu.

Berikut ini adalah beberapa peninggalan kebudayaan dari Pithecanthropus Erectus

  • Kapak genggam
  • Kapak perimbas
  • Pahat genggam
  • Alat serpih
  • Kapak penetak
  • Alat pemotong
  • Batu penggiling
Baca Juga :  PPKI: Sejarah, Tugas, Sidang, dan Tokohnya

Agar kalian lebih paham, peninggalan-peninggalan akan dijelaskan secara lebih rinci dibawah ini

Kapak Genggam

Sesuai dengan namanya, kapak ini bentuknya relatif kecil dan digunakan dengan cara digenggam langsung karena tidak memiliki pegangan. Sesuai dengan zamannya, kapak ini terbuat dari batu yang diolah dengan cara diruncingkan serta dihaluskan di beberapa bagian agar dapat memotong dengan lebih baik

Kapak ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan mulai digunakan pada zaman paleolitikum awal.

Pahat Genggam

Pahat genggam merupakan alat kecil yang mirip dengan kapak, namun digunakan untuk mengolah batu-batuan lain serta untuk mencari dan memotong buah serta umbi-umbian di alam.

Kapak Perimbas

Kapak perimbas memiliki bentuk yang mirip dengan kapak genggam, namun bentuknya lebih cembung. Seperti kapak genggam, kapak ini dibuat juga dari batuan yang sudah ditajamkan dan dihaluskan.

Kapak ini ditemukan oleh arkeolog pada tahun 1935 dan diduga memiliki fungsi utama sebagai alat pemotong dan penetak.

Alat Serpih (Flakes)

Flakes atau kerap disebut sebagai alat serpih adalah salah satu perkakas manusia purba yang ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1934 di Indonesia.

Alat ini banyak ditemukan di gua-gua serta di tumpukan kerang-kerangan dan sampah dapur yang sekarang kita kenal sebagai Kjokkenmoddinger.

Umumnya, alat ini berukuran sangat kecil, sekitar 11 hingga 20 cm. Alat serpih ini banyak dipakai dalam proses pembuatan pisau, mata panah, serta alat-alat pemotong lainnya.

Alat serpih ini dapat dibentuk dari 2 jenis bahan dasar yaitu tulang dan juga batu, tergantung asal dan kebudayaannya.

Kebudayaan ngandong didominasi oleh alat-alat serpih berbahan dasar tulang belulang. Sedangkan, kebudayaan Pacitan didominasi oleh alat serpih yang berbahan dasar bebatuan.

Kapak Penetak

Kapak penetak adalah salah satu jenis kapak yang ditemukan di Indonesia bersama dengan kapak genggam dan kapak perimbas. Namun, kapak ini berukuran lebih besar dan hanya digunakan untuk memotong benda tertentu.

Para arkeolog menduga bahwa Pithecanthropus Erectus menggunakan alat ini untuk memotong kayu, pohon, dan benda-benda besar lainnya.

Alat Pemotong

Manusia purba pithecanthropus erectus sudah mampu mengolah makanan dan memotong-motong hewan buruannya. Oleh karena itu, mereka memerlukan banyak alat pemotong dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi.

Umumnya, alat pemotong ini dibuat dari tulang atau batu yang sudah dihaluskan dan ditajamkan sedemikian rupa agar mudah memotong.

Selain itu, alat-alat potong ini juga kerap digunakan untuk berburu dalam bentuk pisau, belati, tombak, serta mata panah. Artefak-artefak ini banyak ditemukan di daerah Ngawi.

Batu Penggiling

Manusia purba juga menggunakan batu-batu besar untuk menggiling makanan atau bahan-bahan lain penunjang kehidupan mereka.

Ukuran dari batu-batu penggiling ini bervariasi, tergantung dengan apa yang hendak digiling serta apakah manusia tersebut akan tinggal dalam waktu yang lama atau tidak di tempat tersebut.