Isi Perjanjian Tuntang : Sejarah, Latar Belakang, Penyebab dan Dampak Perjanjian Tuntang

Isi Perjanjian Tuntang (Kapitulasi Tuntang) – Sebelum kemerdekaan, Indonesia banyak melakukan perjanjian dengan negara lain. Salah satu perjanjian tersebut adalah perjanjian tuntang atau kapitulasi tuntang. Kapan perjanjian kapitulasi Tuntang? Apa isi dari Perjanjian Tuntang? Mengapa harus ada perjanjian Tuntang? Siapa itu Thomas Stamford Raffles?

Agar lebih memahaminya, kali ini kita akan membahas tentang sejarah perjanjian tuntang, mulai dari pengertian, kronologi sejarah, latar belakang, isi dan dampak perjanjian tuntang bagi Indonesia secara lengkap.

Pengertian Perjanjian Tuntang

Pengertian perjanjian tuntang atau sering disebut dengan kapitulasi tuntang adalah perjanjian penyerahan kekuasaan di Nusantara atau Indonesia dari pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Britania-Raya pada tahun 1811 di sebuah desa yang bernama Tuntang, sekarang berada di bawah kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang.

Desa Tuntang dipilih karena tempat ini merupakan tempat peristirahatan bagi penguasa Hindia Belanda. Desa Tuntang terletak di tepi Danau Rawa Pening dan Sungai Tuntang mengalir ke Laut Jawa di Demak dan ada barak tentara.

Pada saat itu, Belanda dikuasai oleh Perancis yang dipimpin kaisar Napoleon Bonaparte.

Lebih singkatnya, Kapitulasi Tuntang adalah perjanjian penyerahan kepulauan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Britania Raya (Inggris). Atau bisa juga diartikan, Perjanjian Tuntang merupakan perjajian penyerahan kekuasaan Belanda kepada Inggris seluruh nusantara termasuk pangkalan-pangkalan yang dimiliki Belanda.

Perjanjian Tuntang merupakan awal penjajahan Inggris di Nusantara atau Indonesia dan Thomas Stamford Raffles yang menjadi gubernur pemerintahan Inggris di Nusantara.

Kronologi Sejarah Perjanjian Tuntang (Kapitulasi Tuntang)

Perjanjian Tuntang atau Penyerahan Tuntang adalah perjanjian antara Inggris dan Belanda tentang penyerahan kepulauan pada pemerintah Inggris. Perjanjian Tuntang terjadi sekitar tahun 1811 di desa Tuntang. Seluruh desa sekarang berada di wilayah administrasi Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

Tuntang adalah tempat di mana otoritas Belanda beristirahat dan juga ada barak tentara. Itu terletak di tepi Danau Rawa Pening, yang mengalir ke Tuntang dan mengalir ke Laut Jawa.

Perjanjian Tuntang merupakan awal kekuasaan Inggris di kepulauan Nusantara atau di Indonesia pada masa Raffles, gubernur pemerintah Inggris di Nusantara.

Pada Agustus 1811, Inggris mendarat di Batavia (sekarang Jakarta) dan menyerbu terus ke “meester-cornelis”. Dalam keadaan tersebut, Jansens tidak dapat mempertahankan diri terhadap balatentara inggris lalu memindahkan markas besarnya ke semarang. Pangeran notokusumo dan anaknya turut pergi ke semarang, walaupun dibantu oleh prajurit-prajurit sunan, kanjeng sinuwun dan mangkunegara, jendral Jansens terpaksa menyerah, oleh karena sebagian besar dari tentara campuran tersebut melarikan diri. Pertahanan di serondol yang merupakan kunci pertahanan jansens digempur oleh inggris dan pada tanggal 18 september 1811 tercetus perjanjian tuntang. Penyerahan tuntang ditandatangani oleh gubernur jendral Jansens dan letnan jendral Sir Samuel Auchmuty.

Ketika tentara inggris mendarat di semarang, kedua orang itu diberikan perintah pergike surabaya dan berada disana, ketika penyerahan di tuntang dilakukan.

3 isi perjanjian tuntang, yaitu

  • Jawa dan semua pangkalan-pangkalan (madura, palembang, makasar, sunda kecil) diserahkan kepada inggris.
  • Militer-militer pada pihak kompeni menjadi tawanan.
  • Pegawai sipil yang ingin, dapat bekerja terus dalam pemerintahan Inggris.

Berdasarkan peraturan tersebutm engelhard tetap menjadi “minister”. Sudah diduga bahwa isi perjanjian tuntang itu tetap merugikan kraton yogyakarta. Pada tanggal 23 september 1811, kapten robinson (robinson) datang ke yogyakarta dengan pengumuman bahwa peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh daendles tetap berlaku dan keadaan tidak boleh diubah. Namun sunan hamangkubuono II tidak memperdulikan perintah itu, praktis semua pemerintahan kerajaan beliau jalankan sendiri lagi. Kanjeng sinuwun turun dari tahta dan menjadi putera mahkota lagi. Selanjutnya, beliau minta diberhentikan karena permintaannya yang berkali-kali diajukan dengan alasan sakit (14 november 1811). Sultan sepuh semakin bertindak tegas kepada musuh.

Pada bulan Desember, Raffles yang berada di semarang dan hendak pergi ke surakarta dan yogyakarta membutuhkan tenaga pangeran notokusumo dan anaknya yang berkaitan diharuskan ada di semarang. Dalam konfensi yang diadakan di semarang antara raffles, notokusumo dan notodiningrat, diputuskan mengirim notokusumo ke yogyakarta lebih dulu untuk membicarakan permintaan Inggris dengan sultan.

Pada 27 september 1811, Raffles tiba di yogyakarta dan pada 28 desember 1811, diputuskan dengan perjanjian bahwa sultan tetap memegang pemerintahan. Kanjeng sinuwun diturunkan menjadi putera mahkota saja, dan sindunegoro tetap menjadi “rijksbestirder”. Penyebab raffles mengambil keputusan tersebut tidak diketahui karena itu perjanjian itu tidak ada lagi, bisa jadi Raffle menyuruh mengambil dan membakarnya (perjanjian itu) setelah insaf, bahwa perbuatannya terhadap sultan sepuh salah.

Ketika putera mahkota dilantik sebagai kanjeng sinuwun oleh daendles dibuat suatu perjanjian (10 januari 1811), dalam perjanjian seperti uang pantai dihapuskan, batas kerajaan diatur lagi, beberapa daerah-daerah diserahkan kepada pemerintahan, begitu juga terhadap surakarta. Raffles minta raja-raja melakukan perjanjian tersebut dilakukan dalam praktek. Sunan dan sultan yang satu sama lain mempunyai hubungan rahasia (dari pihak sultan dengan perantaraan sumadiningrat) memiliki pikiran yang sama tentang hal itu dan menolak permintaan raffles.

Latar Belakang Perjanjian Tuntang

Kebangkrutan VOC menyebabkan penghapusan VOC pada tahun 1799 dan administrasi kepulauan segera diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda pada saat itu. Dengan kebangkrutan VOC, serikat pekerja miskin VOC menemukan bahwa ada kekosongan uang tunai dan akumulasi hutang perusahaan sehingga tidak dapat melakukan kegiatannya. Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan VOC, diantaranya yaitu:

  • Ada korupsi di antara karyawan VOC.
  • Kurangnya keterampilan yang kompeten, sehingga karyawan VOC tidak berkinerja baik dalam kontrol perdagangan.
  • Tingkat hutang VOC adalah karena perang dengan penduduk asli dan juga dengan Inggris.
  • Kemerosotan moral penguasa melalui sistem monopoli.
  • Leverantie yang diwajibkan tidak bekerja.

Dengan kebangkrutan VOC, kaisar Prancis Napoleon Bonaparte memberikan kekuatan kepada saudaranya dan diangkat menjadi Raja Louis Bonaparte dari Belanda. Raja Louis Bonaparte memerintahkan Herman Willem Daendels sebagai gubernur jenderal di Hindia Belanda. Tugas Herman Willem Daendels adalah melindungi pulau Jawa dari serangan Inggris dan membersihkan keuangan pemerintah.

Herman Willem Daendels menjual properti negara ke sektor swasta untuk menstabilkan keuangan ilegal. Dengan adanya hal tersebut, Herman Willem Daendels digantikan oleh Jansens. Pada saat, pasukan Inggris menyerang pada 26 Agustus 1811, Janssens tidak berbuat banyak kecuali pergi ke Bogor. Mulai dari Janssens, Belanda mundur ke daerah Semarang.

Dengan tambahan pasukan Eropa di Semarang dan Surabaya, bersama dengan tentara dari Keraton Surakarta dan Yogyakarta, untuk membantu Belanda melawan Inggris.

Dengan serangan Inggris yang memaksa Janssen dan pasukan untuk mundur ke Tuntang. Pada akhirnya, Janssen menyatakan menyerah kepada Jenderal Auchmuty. Belanda menderita kekalahan oleh tentara Inggris, sehingga kesepakatan penuh tercapai.

Baca Juga : Perjanjian Internasional

Penyebab Terjadinya Perjanjian Kapitulasi Tuntang

Penyebab terjadinya Perjanjian Kapitulasi Tuntang adalah Belanda menyerah kepada Inggris yang telah menduduki Batavia (sekarang Jakarta). Pada Agustus 1811, Inggris mendarat di Batavia dengan dipimpin oleh Lord Minto. Pada saat itu pemerintahan Belanda di Indonesia dipimpin oleh Jenderal Jassens pada tahun 1811 yang menggantikan Jenderal Daendels. Daendels kemudian ditarik kembali oleh pemerintahan Belanda karena dianggap telah menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta. Selain itu, Daendels banyak dibenci oleh sesama orang Belanda karena terkenal dengan tangan besi (kejam terhadap rakyat pribumi).

Baca Juga :  Pemberontakan APRA: Latar Belakang, Tujuan, dan Kronologi

Akhirnya pada 11 September 1811 Belanda yang dipimpin oleh Jasens di Indonesia menyerah pada Belanda dan terjadi Perjanjian Kapitulasi Tuntang. Karena ada perjanjian tersebut, terjadi perubahan yang besar bagi Indonesia karena menjadi wilayah kekuasaan EIC (Inggris) yang berpusat di Calcuta, India.

Isi Perjanjian Tuntang

Ada 4 isi perjanjian tuntang diantaranya yaitu:

  • Seluruh pulau Jawa dan semua pangkalan yang dimiliki oleh Belanda, yang kecil di daerah Madura, Palembang, Makassar dan Sunda, harus diserahkan kepada pemerintah Inggris.
  • Semua tentara Belanda atau tentara harus menjadi tawanan pemerintahan Inggris.
  • Pemerintah Inggris juga dapat bekerja untuk pejabat Belanda yang ingin bekerja.
  • Utang Belanda tidak ditanggung oleh Inggris.

Dampak Perjanjian Tuntang

Perjanjian tuntang membuat babak yang baru bagi kependudukan Inggris di Indonesia, dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1811-1816 Inggris memegang roda pemerintahan dan kekuasannya di indonesia. Pada saat itu kekuasaan Inggris di pimpin Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Pemerintahan Inggris memberlakukan beberapa hal, diantaranya seperti:

  • Menghapus wajib pajak dan kerja paksa.
  • Rakyat bebas menentukan tanaman yang ditanam.
  • Tanah adalah milik pemerintah sedangkan petani merupakan sebagai penggarap.
  • Bupati adalah pegawai pemerintah.

Namun dengan adanya penandatanganan perjanjian pengembalian Indonesia pada pihak Belanda maka berakhirlah kekuasaan Inggris di Indonesia.

Demkian artikel pembahasan tentang sejarah perjanjian tuntang, mulai dari pengertian, kronologi sejarah, latar belakang, isi dan dampak perjanjian tuntang bagi Indonesia secara lengkap.