Sejarah Lengkap Kerajaan Mataram Kuno, Raja, Peninggalan, Kehidupan Politik, Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno – Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu adalah nama kerajaan yang berdiri pada abad ke-8 lalu berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Nah kali ini kita akan membahas tentang sejarah kerajaan mataram kuno, raja raja mataram kuno, peninggalan kerajaan kuno, kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta masa kejayaan dan keruntuhan kerajaan mataram kuno. Berikut selengkapnya:
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang adalah kerajaan yang terletak di Jawa Tengah dengan intinya disebut Bumi Mataram. Daerah tersebut dikelilingi pegunungan dan gunung seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu dan Pegunungan Sewu. Selain pegunungan dan gunung, daerah tersebut juga dialiri oleh banyak sungai seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo.
Pada awal berdirinya, pusat Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berada di daerah Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian, pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Setelah itu, pada masa pemerintahan Dyah Balitung pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar Kedu). Lalu, pada zaman pemerintahan Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram. Pada masa pemerintahan Mpu Sindok, istana Medang pindah ke wilayah Jawa Timur sekarang.
Kerajaan Mataram Kuno ini merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat ada 3 wangsa atau dinasti yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan penganut agama Hindu beraliran Syiwa, Wangsa Syailendra merupakan penganut agama Budha, sedangkan Wangsa Isana merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya, Sanjaya juga merupakan pendiri Wangsa Sanjaya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu, baik agama Hindu dan Budha berkembang di Kerajaan Mataram Kuno. Bagi yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara dan bagi yang menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Wangsa Sanjaya kembali memerintah setelah anak Raja Samaratungga, Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang menganut agama Hindu. Pernikahan tersebut membuat Rakai Pikatan menjadi Raja dan memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai Pikatan juga berhasil menyingkirkan seorang Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa yang merupakan saudara Pramodawardhani. Balaputradewa lalu mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya yang kemudian menjadi Raja di kerajaan tersebut
Masa pemerintahan Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori yang mengatakan bahwa saat itu terjadi bencana alam yang membuat pusat Kerajaan Mataram hancur. Mpu Sindok lalu menggantikan Rakai Sumba Dyah Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.
Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno
Adapun nama raja yang pernah memerintah kerajaan mataram kuno, diantaranya:
- Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (717 – 746 M)
- Sri Maharaja Rakai Panangkaran (746 – 784 M)
- Sri Maharaja Rakai Panunggalan alias Dharanindra (784 – 803 M)
- Sri Maharaja Rakai Warak alias Samaragrawira (803 – 827 M)
- Sri Maharaja Rakai Garung alias Samaratungga (828 – 847 M)
- Sri Maharaja Rakai Pikatan (847 – 855 M)
- Sri Maharaja Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala (855 – 885 M)
- Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (894 – 898 M)
- Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898 – 913 M)
- Sri Maharaja Mpu Daksa
- Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong
- Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa
- Sri Maharaja Mpu Sindok (awal periode Jawa Timur)
- Sri Maharaja Lokapala (suami Sri Isanatunggawijaya)
- Sri Maharaja Makuthawangsawardhana
- Sri Maharaja Dharmawangsa Teguh (berakhirnya Kerajaan Medang)
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Terdapat berbagai peninggalan sejarah kerajaan mataram kuno ini seperti dalam bentuk candi dan juga prasasti. Berikut beberapa andi dan prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno:
Candi Peninggalan Mataram Kuno
Karena kerajaan mataram kuno memiliki 2 dinasti besar yang masih berhubungan yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Sailendra, sehingga candi peniunggalan kerajaan mataram kunio ini ada yang bercorak Hindu dan ada yang bercorak Budha.
Candi Bercorak Hindu Kerajaan Mataram Kuno diantaranya Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu.
Candi Bercorak Buddha Kerajaan Mataram Kuno diantaranya Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon, Candi Sari.
Prasasti Peninggalan Mataram Kuno
Berikut adalah prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno:
Prasasti Canggal, Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun berbentuk Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka 732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal yaitub pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga untuk keselamatan rakyatnya.
Prasasti Balitung, Dalam prasasti yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa pada saat itu Dinasti Sanjaya dan Sailendra sama-sama berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya dibagian utara dengan mendirikan candi Hindu seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di Dataran Tinggi Dieng. Sedangkan, Dinasti Sailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur, Mendut, dan Kalasan.
Prasasti Kelurak, Prasasti ini berada di daerah Prambanan berangka tahun 782 disebutkan tentang pembuatan Arca Boddhisatwa Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha yang bisa disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa yang mencangkup Triratna atau Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara Prambanan. Vajradhatu (candi Sewu), dan Trimurti (candi Roro Jongrang). Raja yang memerintah pada waktu itu adalah Indra. Pengganti Indra yang terkenal yaitu Samaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824.
Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung. Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta) dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.
Prasasti Karang Tengah merupakan prasasti yang dikeluarkan oleh Samaratungga yang berangka tahun Rasa Segara Krtidhasa atau 746 Saka (824 M). Dalam prasasti tersebut disebutkan nama Samaratungga dan putrinya, Pramodhawardhani. Selain itu, disana pula disebutkan pendirian bangunan Jimalaya atau Candi Prambanan oleh Pramodhawardhani.
Prasasti Nalanda (860 M), prasasti ini menceritakan pendirian biara di Nalanda pada masa pemerintahan Raja Dewapaladewa (Kerajaan Pala, India).
Prasasti Purworejo (900 M), prasasti ini menceritakan Raja Belitung yang memerintahkan pendirian pusat-pusat perdagangan.
Prasasti Wonogiri (903 M), prasasti ini menceritakan tentang dibebaskannya desa di daerah pinggiran sungai Bengawan Solo jika penduduk setempat mampu menjamin kelancaran lalu lintas di sungai tersebut.
Kehidupan Politik Kerajaan Mataram Kuno
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Kerajaan Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan kerajaan lain seperti kerajaan Sriwijaya, Siam dan India. Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik, seperti pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara menikahkan anaknya yang bernama Pramodyawardhani (Wangsa Sailendra) dengan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya). Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa Sailendra muncul setelahnya (akhir abad ke-8 M). Dengan adanya perkawinan politik tersebut, maka terjalin kerukunan beragama yang sangat erat antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Sailendra).
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Mataram Kuno
Pusat kerajaan Mataram Kuno berada di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah tersebut sangat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal inilah yang menyebabkan banyak kerajaan dan daerah lain saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya. Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian pada masa pemerintahan Raja Balitung. Raja Balitung memerintahkan membuat pusat perdagangan dan penduduk di sekitar aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan dengan imbalan penduduk desa tersebut dibebaskan dari pungutan pajak.
Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Mataram Kuno
Meskipun dalam praktik keagamaan, kerajaan mataram kuno terdiri dari agama Hindu dan Buddha, kehidupan sosial mereka sangat baik. Masyarakat tetap hidup rukun dan saling bertoleransi. Salah satu bukti dari sikap tersebut yaitu saat membangun candi borobudur. Selain toleransi beragama, kehidupan sosial kerajaan mataram kuno juga terbukti dengan adanya kepatuhan hukum oleh semua pihak.
Sedangkan, kehidupan kebudayaan kerajaan ini sangat tinggi dibuktikan dengan banyaknya peninggalan prasasti dan juga candi.
Masa Kejayaan danm Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno.
Puncak keemasan atau kejayaan kerajaan mataram kuno terjadi pada masa pemerintahan Raja Balitung. Pada masa pemerintahannya, daerah sebelah timur mataram berhasil ditaklukan sehingga daerah kekuasaan mataram semakin luas meliputi Bagelen, Jawa Tengah hingga Malang, Jawa Timur.
Penyebab kejayaan kerajaan Mataram Kuno, diantaranya yaitu:
- Naik tahtanya Sanjaya yang sangat ahli dalam peperangan
- Pembangunan waduk Hujung Galuh di Waringin Sapta (Waringin Pitu) untuk mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal dagang dari Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma dan lain sebagainya datang ke pelabuhan waduk tersebut.
- Pindahnya kekuasaan kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh:
a. Adanya sungai besar, seperti Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang sangat memudahkan lalu lintas perdagangan.
b. Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan penanaman padi dalam jumlah besar.
c. Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan utama pada saat itu, yakni jalur perdagangan rempah dari Maluku ke Malaka.
Runtuhnya kerajaan Mataram Kuno terjadi karena dipicu oleh permusuhan antara Jawa dan Sumatra yang dimulai saat pengusiran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raja Sriwijaya menyimpan dendam pada Rakai Pikatan. Perselisihan keduanya, berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi berikutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut hingga saat Wangsa Isana berkuasa. Pada waktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerang, pertempuran tersebut terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) dan dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
Kerajaan Mataram Kuno runtuh pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan cicit Mpu Sindok. Pada saat itu, perselisihan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menyerang Mataram Kuno namun pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa juga pernah mengiring serangan ke ibukota Sriwijaya. Hingga pada tahun 1006/1016 Dharmawangsa lengah, saat ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserang oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diduga sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa penyerangan tersebut, Dharmawangsa tewas.
Demikian artikel pembahasan tentang”Sejarah Lengkap Kerajaan Mataram Kuno, Raja, Peninggalan, Kehidupan Politik, Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno“, semoga bermanfaat.