Apa Itu Idgham Bighunnah dalam Membaca Al-Quran

Umat muslim sejati pastilah memahami bahwa ketika membaca Al-Quran itu tidak hanya sekadar membaca saja, tetapi juga memahami ilmu tajwid di dalamnya.

Ilmu tajwid tersebut semestinya memang harus diajarkan sejak dini, tetapi tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengajaran tentang ilmu tajwid tersebut. Alhasil saat dewasa, tak jarang mereka akan merasa kebingungan ketika diharuskan membaca Al-Quran secara baik dan benar.

Salah satu hal yang diajarkan dalam Ilmu Tajwid adalah hukum mim mati yang melibatkan huruf hijaiyyah mim (مْ). Keberadaan huruf mim (مْ) tidak lantas dibaca sesuai dengan harakatnya saja, tetapi juga dapat terdapat aturannya tersendiri apalagi jika bertemu dengan huruf hijaiyyah tertentu.

Nah, dalam hukum bacaan mim mati tersebut ada beberapa jenis yakni idgham yang meliputi idgham bighunnah dan idgham bilaghunnah, iqlab, dan ikhfa’.

Pada idgham bighunnah, hal patut dicermati adalah ketika melafalkan ayat-ayat Al-Quran, Grameds harus membacanya dengan suara dengung.

Lantas, apa sih sebenarnya idgham bighunnah itu? Apa saja pula hukum bacaan mim mati selain idgham bighunnah tersebut? Yuk, segera cari tahu selengkapnya dalam ulasan berikut ini!

Apa Itu Idgham Bighunnah?

Definisi Idgham

Menurut bahasa, idgham berarti ‘memasukkan sesuatu pada sesuatu’. Maksudnya adalah dengan memasukkan huruf nun mati  (نْ) pada idgham.

Sementara menurut istilah, idgham dapat berarti ‘pertemuan huruf mati dengan huruf hidup sehingga kedua huruf tersebut menjadi satu huruf yang ditasydid. Nah kesimpulannya, bacaan idgham ini berupa memasukkan  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) pada huruf-huruf idgham dan seakan-akan kedua huruf tersebut menjadi satu.

Pada idgham ini, pembagian hurufnya bergantung pada jenis-jenis idgham itu sendiri, yang berjumlah 6 huruf. Sehingga jika terdapat nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) bertemu dengan salah satu keenam huruf tersebut, maka nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) harus dimasukkan padanya. Keenam huruf itu ada yang dibaca dengan cara mendengung, ada pula yang tidak.

Definisi Idgham Bighunnah

Pada dasarnya, idgham bighunnah adalah salah satu jenis idgham yang menggunakan ghunnah (dengung ke hidung), apabila terdapat nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) yang bertemu dengan salah satu dari empat huruf berikut:

Idgham BighunnahKaidah membaca idgham bigunnah ini adalah huruf pertama yang berupa nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) akan dimasukkan ke huruf kedua yang berupa idgham bighunnah juga, tentu saja disertai dengan dengungan. Contohnya:

Idgham BighunnahSedikit informasi, kaidah membaca tersebut akan dikecualikan apabila terdapat idgham bigunnah yang termasuk pada izhar. “Apabila terdapat nun mati (نْ) bertemu dengan huruf wawu (ﻭ) atau ya (ﻱ ) dalam satu kalimat, maka harus dibaca “N” secara terang dan jelas.

Mengenal Apa Saja Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam Ilmu Tajwid yang mengatur hukum bacaan nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ), tidak hanya terdapat izhar halqi saja, tetapi juga ada idgham, iqlab, dan ikhfa’. Nah, supaya Grameds mengenal tiga hukum bacaan nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) yang lainnya, yuk simak ulasan berikut!

1. Idgham

Menurut bahasa, idgham berarti ‘memasukkan sesuatu pada sesuatu’. Maksudnya adalah dengan memasukkan huruf nun mati  (نْ) pada idgham. Sementara menurut istilah, idgham dapat berarti ‘pertemuan huruf mati dengan huruf hidup sehingga kedua huruf tersebut menjadi satu huruf yang ditasydid.

Nah kesimpulannya, bacaan idgham ini berupa memasukkan  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) pada huruf-huruf idgham dan seakan-akan kedua huruf tersebut menjadi satu.

Pada idgham ini, pembagian hurufnya bergantung pada jenis-jenis idgham itu sendiri, yang berjumlah 6 huruf. Sehingga jika terdapat nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) bertemu dengan salah satu keenam huruf tersebut, maka nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) harus dimasukkan padanya. Keenam huruf itu ada yang dibaca dengan cara mendengung, ada pula yang tidak.

Jenis-Jenis Idgham

a) Idgham Bigunnah

Yakni jenis idgham yang menggunakan ghunnah (dengung ke hidung), apabila terdapat nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) yang bertemu dengan salah satu dari empat huruf berikut:

Idgham Bighunnah

Kaidah membaca idgham bigunnah ini adalah huruf pertama yang berupa nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) akan dimasukkan ke huruf kedua yang berupa idgham bighunnah juga, tentu saja disertai dengan dengungan. Contohnya:

Sedikit informasi, kaidah membaca tersebut akan dikecualikan apabila terdapat idgham bigunnah yang termasuk pada izhar. “Apabila terdapat nun mati (نْ) bertemu dengan huruf wawu (ﻭ) atau ya (ﻱ ) dalam satu kalimat, maka harus dibaca “N” secara terang dan jelas.

b) Idgham Bilaghunnah

Yakni jenis idgham yang tidak disertai dengan dengung hidung (ghunnah) apabila terdapat nun mati  (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) yang bertemu dengan huruf-huruf idgham bilagunnah, yakni ل dan ر.

Dalam idgham bilaghunnah ini, terdapat kaidah membaca tertentu, yakni huruf pertama yang berupa nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) dimasukkan ke salah satu dari dua huruf tersebut, maka cara membacanya tidak perlu disertai suara dengung.

2) Iqlab

Menurut bahasa, iqlab berarti ‘merubah’, ‘membalik’, atau ‘menukar’. Sementara menurut istilah, iqlab dapat berarti ‘mengubah bunyi nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) menjadi “M”, terutama ketika bertemu dengan ba’ (ب).

Dalam iqlab ini, kaidah membacanya adalah “bunyi nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) diganti atau ditukarkan menjadi suara mim, yang disertai dengan dengungan karena bertemu dengan huruf ba’ (ب).

Huruf iqlab pada dasarnya memang hanya ada satu saja, yakni ba’  (ب). Jadi, ketika terdapat nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) bertemu dengan huruf ba’, maka nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) tersebut harus dibaca menjadi mim ( م ).

3) Ikhfa’

Menurut bahasa, kata “Ikhfa” berarti ‘samara atau tertutup’. Sementara menurut istilah, kata “Ikhfa” berarti ‘mengucapkan huruf yang di-ikhfakan (disamarkan) dengan sifat antara izhar dan idgham tanpa tasydid dengan tetap disertai ghunnah pada huruf pertama’.

Maksudnya, bunyi dalam ikhfa ini harus dibaca secara samar-samar yakni antara jelas dan dengung, kemudian ditahan sejenak. Bacaan ini diberi nama “ikfha” karena hilangnya huruf nun (ن) secara sempurna.

Ikhfa ini disebabkan adanya tawassuth (pertengahan). Artinya, ketika ada huruf nun sukun ( نْ ) dan huruf ikhfa yang jaraknya tidak terlalu dekat, seperti huruf-huruf idgham dan tidak jauh seperti huruf-huruf izhar. Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan ketika hendak mengucapkan bacaan ikhfa’, yakni:

  1. Pertama: dengan mempersiapkan mulut pada makhraj huruf berikutnya, terutama setelah nun yang telah di-ikhfakan (disamarkan).
  2. Kedua: dengan mengucapkan ghunnah (dengung) secara sempurna dari rongga hidung.
  3. Ketiga: disertai pula dengan keluarnya suara dari mulut yang disebabkan oleh tidak tertutupnya makhraj nun (pada bagian lisan). Hal ini dapat terjadi kecuali pada huruf qaf (ﻕ) dan kaf (ﻙ), maka akan menjadikan benar-benar tertutup secara sempurna. Maka dari itu, pengucapan keduanya dengan ghunnah murni (dengung yang sempurna) yakni berasal dari rongga hidung tanpa disertai suara sedikitpun dari mulut.

Memahami Ilmu Tajwid

Pada dasarnya, secara etimologi (menurut bahasa) kata “tajwid” berarti ‘memperindah sesuatu”. Sementara menurut istilah, Ilmu Tajwid ini memiliki definisi berupa ‘pengetahuan tentang kaidah serta cara-cara membaca Al-Quran dengan sebaik-baiknya.

Tujuan utama dari mempelajari Ilmu Tajwid adalah untuk memelihara bacaan Al-Quran dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca. Selain itu, belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardhu kifayah, sedang membaca Al-Quran dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya Fardhu ‘Ain.

Keberadaan ilmu tajwid juga tidak semata-mata sekadar ilmu saja, tetapi juga telah didalilkan dalam Al-Quran, yakni:

Q.S. Al-Muzzammil (73: 4)

Artinya: Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid) 

Q.S. Al-Furqaan (25:32)

Artinya: Dan Kami (Allah) telah bacakan (Al-Qur’an itu) kepada (Muhammad s.a.w.) secara tartil (bertajwid). 

Dalam dua ayat tersebut jelas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi s.a.w. untuk membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).

Dalil As-Sunnah

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh  Ummu Salamah r.a. (istri Nabi SAW). Kala itu, Beliau ditanya tentang bagaimana bacaan dan sholat Rasulullah SAW, lantas Beliau menjawab:

Artinya:

“Ketahuilah bahwa Baginda SAW shalat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika Beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika Beliau sholat tadi hingga menjelang subuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah SAW dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi)

Baca Juga :  Al Anfal Ayat 72 Beserta Artinya

Dalil dari Ijma’ Ulama

Sejak zaman Rasulullah SAW hingga sekarang ini, para ulama telah sepakat dengan menyatakan bahwa membaca kitab suci Al-QUran secara bertajwid adalah sesuatu yang fardhu dan wajib. Pengarang kitab Nihayah juga menyatakan bahwa: “Sesungguhnya telah ijma’ (sepakat) semua imam dari kalangan ulama yang dipercaya bahwa tajwid adalah suatu hal yang wajib sejak zaman Nabi SAW sampai dengan sekarang dan tiada seorangpun yang mempertikaikan kewajiban ini.”

Tingkatan Bacaan Dalam Ilmu Tajwid

Dalam Ilmu Tajwid ini, terdapat 4 tingkatan ketika membaca Al-Quran yang dilihat berdasarkan segi cepat atau perlahannya membaca ayat-ayat suci Al-Quran, yakni berupa:

1) At-Tahqiq 

Dalam tingkatan ini, bacaannya seperti tartil hanya saja lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf dari makhrajnya, serta menentukan kadar bacaan mad (bacaan yang dipanjangkan) dan ghunnah (dengung).

Tingkatan bacaan tahqiq ini biasanya bagi mereka yang baru belajar membaca Al-Quran supaya dapat melatih lidah untuk menyebut huruf dan sifat huruf dengan tepat dan benar.

2. Al-Hadar

Dalam tingkatan kedua ini, akan dibaca secara cepat serta memelihara hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan bacaan hadar juga biasanya dilakukan bagi mereka yang telah menghafal Al-Quran, sehingga mereka dapat mengulang bacaannya dalam waktu yang singkat.

3. At-Tadwir

Dalam tingkatan ketiga ini, dilakukan dengan antara tingkatan bacaan tartil dan hadar, serta memelihara hukum-hukum tajwid.

4. At-Tartil

Dalam tingkatan keempat alias terakhir ini, dilakukan dengan membaca secara perlahan-lahan, tenang dan melafalkan setiap huruf dari makhrajnya secara tepat. Selain itu, dilakukan pula dengan menurut pada hukum-hukum bacaan tajwid secara sempurna, merenungkan maknanya dan hukum, hingga pengajaran dari ayat tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Tingkatan bacaan tartil ini biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makhraj-makhraj huruf, sifat-sifat huruf dan hukum-hukum tajwid. Tingkatan bacaan ini adalah lebih baik dan lebih diutamakan.

Garis Besar Pokok Bahasan Ilmu Tajwid

Sama halnya dengan disiplin ilmu lainnya, keberadaan ilmu tajwid ini juga memiliki pokok pembahasan yang secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yakni:

1. Haqqul Huruf

Yakni segala sesuatu yang lazimat (wajib ada) pada setiap huruf. Hak atas huruf ini meliputi sifat-sifatnya (sifatul huruf) dan tempat-tempat keluarnya huruf (makhorijul huruf). Apabila hak huruf ditiadakan, maka semua suara yang diucapkan tidak mungkin mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas.

2. Mustahaqqul Huruf

Yakni hukum-hukum baru (Aridla) yang timbul oleh sebab-sebab tertentu setelah hak-hak huruf melekat pada setiap huruf. Mustahaqqul Huruf meliputi hukum-hukum seperti Idzhar, Ikhfa’, Iqlab, Idgham, Qalqalah, Ghunnah, Tafkhim, Tarqiq, Mad, Waqaf, dan lain-lain.

Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid

Memang pada dasarnya, keberadaan ilmu tajwid ini adalah untuk menjaga lidah kita terutama ketika tengah membaca Al-Quran supaya dapat terhindar dari kesalahan apapun. Mengingat ayat-ayat yang ada di dalam Al-Quran itu adalah ayat yang suci, sehingga harus dijaga kesuciannya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Mahmud Khalil al-Hushari al-Qari’ dalam kitabnya Ahkamu Qira’atil Qur’anil Karim, hal. 34-35, yaitu

1. Allahnul Jaliyyu

Yakni kesalahan yang terjadi ketika membaca lafazh-lafazh dalam Al-Quran, baik yang dapat mengubah arti maupun tidak, sehingga menyalahi ‘urf qurro (seperti ‘ain dibaca hamzah, atau merubah harakat fathah menjadi dhommah, dan lain-lain). Apabila melakukan kesalahan ini dengan sengaja, maka hukumnya adalah haram.

2. Allahnul Khofiyyu

Yakni kesalahan yang terjadi ketika membaca lafazh-lafazh dalam Al-Quran yang mana malah menyalahi ‘urf qurro, tetapi tidak sampai mengubah arti. Contohnya adalah tidak membaca ghunnah (dengung), kurang panjang dalam membaca mad (pemanjangan bunyi), wajib muttashil, dan lain-lain. Apabila melakukan kesalahan ini dengan sengaja, maka hukumnya adalah makruh.